Cara berbicara yang lugas dan paras cantik Grace Natalie membuat ia lama dikenal publik sebagai presenter berita di televisi nasional.
Dari tahun 2004 hingga 2012, Grace Natalie telah menekuni dunia jurnalis di tiga stasiun televisi. Meski demikian, ia tak pernah berencana menjadi wartawan, tidak juga bercita-cita ingin menjadi aktivis, dan tidak pernah mengira dirinya akan berkecimpung di dunia politik.
“Sebetulnya semua berawal dari hobi saya yang suka sekali ikut kompetisi dan lomba. Saya sampai ikut ajang pencarian pembawa berita, SCTV Goes to Campus. Ternyata saya menang dan dapat hadiah sepeda motor. Senang sekali rasanya dan bangga pada diri sendiri,” kisah Grace.
Perempuan kelahiran 4 Juli 1982 ini menyelesaikan studi Manajemen Akuntansi di Institut Bisnis Indonesia (kini berganti nama menjadi Universitas Kwik Kian Gie). Setelah lulus, Grace mulai menjajaki dunia jurnalistik dengan menjadi reporter berita di program acara “Liputan6.”
Tidak butuh waktu lama untuk Grace jatuh cinta pada profesi wartawan. Satu tahun berkarier sebagai reporter, ia kemudian dipercaya menjadi news anchor “Liputan6” di stasiun televisi SCTV. Pada tahun 2006, Grace melanjutkan kariernya sebagai jurnalis di stasiun televisi ANTV dan kemudian tvOne pada tahun 2008.
Pada dua stasiun televisi ini, Grace sering sekali meliput aksi terorisme yang kala itu marak terjadi di Indonesia. Ia juga pernah meliput konflik horizontal di Poso, Sulawesi Selatan, dan aksi penangkapan teroris di Sumatra dan Jawa.
Selain peliputan, Grace sempat mewawancarai sederet tokoh penting seperti George Soros, Steve Forbes, Jose Ramos Horta, dan Abhisit Vejjajiva. Selama berkarier di tvOne, Grace turut menggawangi sejumlah program unggulan yang menjadi prime time di televisi nasional, yaitu program “Kabar Petang” dan “Apa Kabar Indonesia Malam.”
Sebagai jurnalis, ia bertanggung jawab tidak hanya saat program tersebut tersiar, tetapi juga saat diolah di dapur produksi.
Dunia jurnalisme adalah zona nyaman baginya. “Masuk ke dunia media sangatlah menyenangkan. Seru sekali jadi wartawan. Ketemu banyak orang yang berbeda-beda setiap harinya. Jadi tahu soal politik, berburu narasumber, nongkrong di kantor polisi, berjam-jam menunggu kejadian perkara, hingga meliput berita kriminal,” kenangnya.
Grace mengakui keahlian menganalisis dan kemampuan bergaul dengan semua tipe jadi terasah saat ia menjalani profesi sebagai wartawan. “Sungguh pengalaman yang menempa mental dan menjadi landasan penting atas apa yang saya lakukan sekarang,” ujar Grace.
Di halaman selanjutnya, lepas dari dunia jurnalistik, Grace Natalie memutuskan ikut mendirikan partai politik