Miralti Firmansyah biasa saja menyambut acara Indonesia Toy, Game & Comic Convention (ITGCC) di Jakarta tahun 2014. Inilah kali pertama Indonesia menggelar acara yang merupakan spin-off dari Singapore Toy, Game and Comic Convention. ITGCC di Jakarta merupakan bagian dari Reed POP Events.
Acara-acara lainnya yang termasuk dalam Red POP Events adalah New York Comic Con dan Chicago Comic and Entertainment Expo. Alti, begitu ia biasa disapa, diajak teman-temannya untuk membuat portofolio karena editor Marvel Comics akan me-review portofolio para komikus di acara tersebut.
Saat itu, Alti tidak terlalu ambisius menyiapkan portofolio. “Malah teman-teman saya yang antusias,” kenang Alti. Ketika saatnya tiba, Alti dan teman-teman dipanggil satu per satu ke ruangan. Alti kebagian giliran pertama. Tanpa ia duga, editor Marvel, C.B.Cebulski, tertarik pada portofolio milik Alti. Tak butuh waktu lama bagi Marvel untuk memasangkan Alti dengan komikus Amerika Sam Humphries untuk proyek Star-Lord & Kitty Pryde.
Dalam proses pembuatan komik, terutama di Marvel, Alti tidak bekerja sendiri. Ia dipasangkan dengan seorang scriptwriter yang membuat cerita. Marvel menyebut Alti sebagai penciller, pembuat lineart hitam-putih yang siap diwarnai oleh colorist.Cintanya pada komik Jepang ternyata membawa dampak positif pada kariernya dengan komik Amerika
Tantangan bekerja bersama Marvel adalah ‘menghidupkan’ karakter-karakter yang sudah ada. Alti juga tidak tahu script selanjutnya akan seperti apa. “Saya bukan penggemar hard core komik Amerika. Saya hanya mengenal karakter-karakter Marvel secara umum dan tidak mengetahui sejarah tiap-tiap karakternya. Satu-satunya cara adalah Googling. Bahkan tidak sedikit fans lebih tahu soal karakter-karakter ini ketimbang saya. Ada rasa takut diprotes fan—kok, karakternya begini,” ungkap Alti. Ia mengaku lebih banyak membaca komik Jepang (manga) sehingga tidak mengikuti perkembangan komik-komik Amerika.
Tetapi cintanya pada komik Jepang ternyata membawa dampak positif. Menurut C.B. Cebulski, sketsa yang dibuat Alti lebih ekspresif. “Komik Amerika tidak seperti komik Jepang yang ekspresif. C.B. Cebulski menyukai cara saya mengekspresikan karakter dan membuat gesture. Kalau sakit, tokohnya terlihat sakit banget. Kalau sedih, sedih banget. Storytelling-nya oke,” jelas Alti.