The Little Hijabi Homeschooling for Deaf Children didirikan pada Juli 2013 di Bekasi dengan satu guru mendengar sebagai guru bahasa isyarat, dan empat guru tuli, termasuk Galuh, dengan 23 murid. Kini sekolah ini memilik tujuh guru tulis dan satu guru mendengar.
Sekolah ini menggunakan tiga sistem pembelajaran. Pertama dengan pendekatan alam. Anak-anak bertualang di alam seperti merawat tanaman untuk melatih tanggung jawab. Yang kedua, pembelajaran dengan homeschooling, yang diyakini Galuh bahwa pendidikan basic yang diawali dari rumah seperti membersihkan kamar, merawat barang milik sendiri dan orang lain, menjaga dan menerapkan disiplin, akan membentuk pribadi yang berkarakter. Pendidikan homeschooling melibatkan orang tua sebagai pendidik. Yang ketiga adalah pembelajaran dengan pendekatan Ilahi (Tuhan dan agama, dalam hal ini agama Islam).
“Sekolah ini tidak hanya ingin membangun kesadaran pada anak-anak tuli, tetapi juga memiliki misi besar yaitu membangun kesadaran orang tua bahwa pendidik utama anak adalah mereka sendiri. Tidak mudah mendidik anak-anak istimewa dan hebat ini karena perlu keahlian dan kemauan berproses untuk mendampingi mereka belajar,” Galuh menambahkan.
The Little Hijabi Homeschooling tidak menganut sistem tes. “Sebelum anak diterima kami melakukan observasi dan wawancara dengan orang tua karena pendidikan tidak akan berjalan dengan baik jika anak membawa masalah dari rumah. Orang tua wajib belajar membangun komunikasi dengan anak, misalnya dengan mengikuti kelas bahasa isyarat,” jelas Galuh.
Galuh lebih menyukai menyebut dirinya dan anak-anak dengan kata “tuli” ketimbang “tuna rungu.” “Penyebutan ‘tuna rungu’ bagi kami terdengar kurang nyaman dan sebagai bentuk penghalusan yang meminggirkan hak-hak kami untuk diakui dalam mengakses informasi,” kata Galuh. Baginya, tuli bukan kecacatan, namun anugerah yang patut disyukuri. Orang tuli harus diberi kesempatan dan mendapatkan haknya akan bahasa isyarat.
“Sekolah kami baru pada PAUD, TK dan SD saja. Pendidikan lebih dikuatkan pada life skill dan problem solving skill. Yaitu, tidak berfokus pada kemampuan menyelesaikan soal-soal ujian, tetapi bagaimana ia memiliki produk akhir yang akan menjadikannya sebagai karier dan sumber mata pencaharian, tanpa harus menghilangkan identitas dirinya sebagai individu tuli,” Galuh menutup pembicaraan
Foto: Previan F. Pangalila
Pengarah gaya: Erin Metasari