Galuh Sukmara Soejanto mendirikan The Little Hijabi Homeschooling for Deaf Children dan menerapkan sistem pendidikan sign bilingual bagi para siswanya
Berdasarkan riset yang ia lakukan sejak 1997 hingga sekarang, sekitar 95% anak-anak tuli yang lulus dari SLB yang tidak diberi akses bahasa isyarat di kelas cenderung lemah dalam kemampuan baca-tulis dalam Bahasa Indonesia, dibandingkan anak-anak tuli yang diberi akses bahasa isyarat.
“Sekolah untuk anak tuli seperti di Finlandia, Swedia, dan Amerika Serikat telah lama menerapkan sistem pendidikan sign bilingual. Yaitu, bahasa isyarat sebagai bahasa pertama dan sebagai bahasa pengantar. Bahasa keduanya adalah bahasa tertulis dan lisan,” kata Galuh Sukmara Soejanto saat diwawancara via e-mail.
Anak-anak yang diberi akses dengan sign bilingual (dwi bahasa isyarat—bahasa isyarat dan bahasa lisan/tulisan) cenderung memilki perkembangan atau kecerdasan kognitif, emosi, sosial dan bahasa yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak mendapatkan akses akan bahasa isyarat.
Hal inilah yang melatarbelakangi Galuh untuk mendirikan sekolah The Little Hijabi Homeschooling for Deaf Children. Selain itu, ia punya pengalaman tidak menyenangkan saat di sekolah dasar seringdi-bully teman-temannya karena ia menggunakan alat bantu dengar. Demikian pun saat berkuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM)—ia menghabiskan waktu 10 tahun agar dapat lulus karena kesulitan menyerap informasi dari dosen.