Seorang pemimpin mesti berkomunikasi dengan bawahan, kalau dia percaya bahwa manusia itu penting. Kalau dia percaya dan menyadarinya, dia akan mampu menggali potensi karyawan. Dia akan ‘memeras’ anak buahnya. Bukan memeras keringat, tetapi buah pikiran dan hatinya. Kalau karyawan tidak bahagia, kita tidak bisa bekerja.
Mendapat klien baru selalu menjadi momen yang membanggakan. Perusahaan konsultan SDM saya, Experd, ditunjuk sebagai perusahaan yang menyeleksi calon karyawan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kami juga menangani klien seperti Bank Indonesia, Bank Mandiri, dan KPU.
Untuk membentuk SDM yang bagus, kita perlu menyediakan ruang bagi karyawan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan juga belajar. Kalau karyawan tidak bisa belajar, dia berhenti. Lama-lama, gajinya terlalu tinggi karena setiap tahun perusahaan menaikkan gaji, sementara ilmu mereka tidak berkembang. Sebaliknya, kalau karyawan tidak diberi wadah dan ditampung aspirasinya, dia pasti akan keluar.
Cara mengenali potensi dan kualitas karyawan adalah dengan perhatian. Kalau tidak perhatian dan berminat, ya, bagaimana bisa tahu? Di sisi lain, tidak gampang punya minat ke anak buah. Risikonya besar. Kita bisa tidak disukai, dicurigai, bahkan ditakuti. Leadership itu, kan, mengolah pemikiran orang. Dan untuk mengolah, kita perlu mendengar dan melihat keadaan. Kalau semua takut sama kita, bagaimana mereka bisa
jujur dan kita dapat input?
Kunci menghadapi persaingan di era Masyarakat Eknomi Asean adalah menjadi warga dunia. Persoalan banyak orang Indonesia adalah soal wawasan. Kita melihat luar negeri sebagai ancaman. Semestinya, kita harus bisa berenang di sana dan di sini, juga berbisnis di sana dan di sini. Karena memiliki pasar dalam negeri yang besar, kita jadi terlalu berorientasi lokal dan lambat dalam berpikir global.
Foto: Previan F. Pangalila