Dengan jalan cerita yang sederhana, Ernest Prakasa mampu menghasilkan drama berbalut komedi yang jujur, apa adanya, sekaligus menghibur.
Sangat banyak film Indonesia yang bagus, namun banyak juga yang bikin saya kecewa. Entah itu karena merasa tertipu trailer yang luar biasa bagusnya tapi ternyata filmnya tidak sesuai ekspektasi, hingga jalan cerita yang kurang variatif sehingga jatuhnya membosankan.
Tapi kali ini saya dibuat kagum oleh Ernest Prakasa. Si komika ini hadir sebagai penulis skenario sekaligus sutradara di film "Cek Toko Sebelah." Sebagai film Indonesia, saya memujinya sebagai salah satu yang terbaik di 2016. Dengan jalan cerita yang sederhana, Ernest mampu menghasilkan drama berbalut komedi yang jujur, apa adanya, sekaligus menghibur.
Kisahnya sangat asyik untuk diikuti karena dekat dengan kehidupan sehari-hari. Film "Cek Toko Sebelah" menceritakan masalah yang kerap dihadapi oleh warga keturunan Tionghoa.
Seorang ayah, Koh Afuk (Chew Kin Wah), yang memiliki toko kelontong ingin mewarisi bisnisnya kepada sang anak bungsu, Erwin (Ernest Prakasa). Masalahnya, Erwin sudah punya karier yang mapan. Ia dipromosikan sebagai brand manager untuk Asia Tenggara di kantornya. Erwin juga memiliki sosok kekasih yang sangat berambisi dalam karier, namanya Natalie (Gisella Anastasia).
Di sisi lain, ada kakak sulungnya Yohan (Dion Wiyoko) yang sebenarnya ingin melanjutkan toko kelontong sang ayah. Sayangnya sang ayah tidak mempercayai Yohan karena track record-nya yang selama ini kurang baik—DO dari kampus, pernah memakai narkoba, hingga menikah dengan gadis pribumi, Ayu (Adinia Wirasti).
Suatu hari Koh Afuk jatuh pingsan karena darah tinggi. Ia meminta Erwin melanjutkan toko kelontongnya. Koh Afuk memberi waktu sebulan untuk Erwin mencoba mengelola toko. Di sela menunggu keputusan promosi dari kantor cabang luar negeri, Erwin diperbolehkan cuti selama
sebulan oleh bosnya (Asri Welas).
Dari awal sampai akhir, saya tidak pernah merasa bosan. Selalu ada kejutan dari dialog-dialognya yang cerdas. Sekali lagi, ini adalah drama keluarga bernuansa komedi. Walau temanya serius, selalu ada saja celetukan-celetukan pemain yang bikin ketawa ngakak.
Misalnya saja bos Erwin yang tiba-tiba menyanyi lagu Keluarga Cemara saat Erwin minta izin sebulan mengurus toko. "Iya nggak apa-apa Erwin. Saya mengerti kok. Harta yang paling berharga adalah.... Lanjutin, dong, Erwin. Ah kamu nggak tau? Itu, kan, lagu Keluarga Cemara!
Adi Kurdi? Lia Waroka? Novia Kolopaking? Kamu nggak tau? Ah katro kamu!" kata si bos yang kocak.
Itu baru satu adegan yang membuat satu studio tertawa terbahak-terbahak. Saya yakin semua anak era 90-an bisa nyambung dengan bercandaan Keluarga Cemara itu.
Film "Cek Toko Sebelah" juga menawarkan banyak canda orisinal lain. Suasana kocak juga bisa dinikmati di toko kelontong Koh Afuk. Penjaga-penjaga tokonya yang diperankan oleh para komika berhasil membuat film tambah seru. Ada karyawan cowok bertubuh tambun berpembawaan
kemayu yang hobi menggoda Erwin. Ada pula si karyawan mellow yang hobinya bikin puisi buat penjaga toko sebelah.
Ada lagi karyawan yang punya masalah dengan bau badan. Suatu hari ia tampak pucat saat usai mengangkut barang-barang toko. Erwin pun bertanya, "Kenapa kamu, kok, keliatan pucat?" Dan ia menjawab, "Ah nggak Koh, ini bukan pucat tapi jelek." katanya. Dialog ini sekali lagi berhasil mengocok perut penonton.
Semua karakter memiliki ciri khas masing-masing. Sebagai penonton, saya merasa percaya pada tokoh-tokoh di film ini. Dengan demikian kita jadi peduli pada apa yang terjadi dengan para tokoh.
Masih banyak tokoh seperti Koh Afuk di luar sana yang di umur senjanya ingin bisnisnya diteruskan sang anak, ada juga Erwin-Erwin lain yang punya ambisi ingin memiliki karier sendiri, dan ada tokoh seperti Yohan si anak sulung yang merasa dianaktirikan oleh orang tua.
Anda pasti mengenal Ayu-Ayu yang pernikahannya tidak direstui mertua tapi tetap setia memperhatikan kebutuhan mertuanya. Semua orang bisa merasa terhubung dan itu adalah pertanda yang baik dari sebuah film.
Saya pun salut pada pemilihan-pemilihan aktor dan aktris yang amat cocok memainkan perannya, terutama akting Gisella Anastasia sebagai Natalie yang terasa amat meyakinkan. Gisel mampu berperan sebagai wanita karier ambisius yang mengesalkan. Sebagai Yohan, Dion Wiyoko bermain apik. Dion berhasil menghadirkan sesosok anak yang hatinya terluka.
Film ini mengingatkan kita bahwa semua orang punya dua sisi dalam hidupnya. Tak selamanya juga seorang wanita berpakaian seksi itu penggoda suami orang seperti tokoh Anita (Yeyen) si sekretaris bos developer (Tora Sudiro) yang ingin membeli toko Koh Afuk. Di balik pakaiannya yang seksi, Anita ternyata adalah single mother yang berjuang membesarkan anak. Kemudian, tak semua anak yang menolak permintaan orang tua adalah anak durhaka karena bisa saja si anak punya impiannya sendiri dalam berkarier, sama seperti Erwin.
Ada kehangatan yang tersisa menyelinap di hati saya usai menonton film ini.
Foto: Starvision Plus
[Cek juga cerita di balik kerennya original soundtrack film ini]