
Mengawali karier sebagai model, Fedi Nuril,34, terlihat luwes berpose di depan kamera saat menjalani pemotretan bersama PESONA di sebuah studio di Tebet, Jakarta Selatan.
Di mata saya, pria berdarah Minang-Sunda ini merupakan representasi ketampanan khas pria Melayu di antara wajah-wajah blasteran yang berseliweran di dunia film nasional saat ini. Selain itu, juga di mata saya, wajah aslinya lebih tampan ketimbang di layar lebar.
Terjun ke dunia film pertama kali pada 2004 lewat “Mengejar Matahari” besutan sutradara Rudy Soedjarwo, namanya baru benar-benar melejit setelah membintangi “Ayat-ayat Cinta,” film bergenre religi yang diangkat dari novel bestseller karya Habiburrahman El Shirazy. Sejak itu pula sosok Fedi Nuril seolah identik dengan pria santun idaman ibu-ibu yang sedang mencari menantu.
Citra pria santun itu makin kuat ketika ia memerankan tokoh Prasetya dalam film “Surga yang Tak Dirindukan” (2015), yang diangkat dari novel laris karya Asma Nadia, disusul sekuelnya, “Surga yang Tak Dirindukan 2,” yang tayang serentak pada awal Februari lalu. Dalam film yang juga bertema religi itu, ia bersanding dengan Laudya Cynthia Bella dan Raline Shah.
Uniknya, baik dalam “Ayat-ayat Cinta” maupun “Surga yang Tak Dirindukan,” Fedi memerankan tokoh pria yang melakukan poligami—meskipun poligami yang terpaksa dilakukan atas dasar kemanusiaan. Apakah hal itu memengaruhi pandangannya tentang poligami?
“Saya tidak menentang orang-orang yang melakukan poligami, karena Islam tidak melarangnya. Tapi, rasanya saya nggak sanggup menjalaninya,” katanya blak-blakan. “Meskipun baru menjalaninya di film, saya makin yakin berpoligami itu berat. Hanya untuk membagi waktu dan perhatian yang adil buat para istri saja sudah sangat melelahkan, apalagi berbagi cinta dan lain-lain.
“Dan jangan lupa, ada anak-anak yang hatinya pasti ikut terluka. Saya bayangkan kalau anak saya harus berbagi ayah dengan saudara-saudaranya dari lain ibu… duh, nggak, deh.”
Ia bukannya tak menyadari kalau kini ia lebih dikenal sebagai aktor pemeran tokoh baik hati dan taat beragama. Namun ia tak mau disebut terjebak dalam peran-peran stereotip tersebut.
Memerankan karakter protagonis diakuinya memang lebih mudah membuat seorang aktor cepat populer. “Tapi kalau terus-menerus, lama-lama jadi kehilangan tantangan. Bolak-balik saya mencoba menawar, sesekali ingin juga memainkan peran antagonis. Gue, sih, berani, tapi produsernya yang nggak berani,” ungkap Fedi yang senang main band di waktu senggangnya.
Namun peran yang paling disyukurinya—dan ini bukan di film—adalah peran sebagai ayah. Maklum, ia baru saja menjadi ayah dari Hasan Fadhilah Nuril, putra pertama hasil pernikahannya dengan Calysta Vanny Widyasasti. “Pokoknya surga dunia, deh,” ia menggambarkan kebahagiaannya menjadi ayah.
Ia memang benar-benar menyiapkan diri menjadi ‘ayah siaga’, bahkan sejak sang anak masih dalam kandungan. Fedi tidak hanya ikut bangun malam dan mengganti popok, tapi juga memandikan sendiri bayinya setiap pagi dan sore. Istrinya melahirkan lewat operasi caesar sehingga belum boleh banyak bergerak selama beberapa waktu.
“Ketika istri saya sudah bisa mengambil alih tugas itu, saya justru merasa nggak rela. Kadang kami malah jadi rebutan mandiin anak, ha ha ha….”
Foto: Roni Bachroni
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah
Busana: Burberry