Lelaki kelahiran Kairo, 25 September 1979, ini merasa dalam hidupnya sering terkena karma pada hal-hal yang dibencinya.
Salah satunya adalah profesinya sebagai aktor. “Dulu paling sebal lihat aktor atau aktris. Aktor sok ganteng, sok asyik, aktris-aktris sok cantik,” cerita Fauzi Baadilla saat ditemui di Studio PESONA. Ternyata beberapa tahun kemudian ia justru menjadi aktor.
Soal peran juga begitu. Ada tokoh politik yang tidak ia sukai, ternyata dua bulan kemudian ia mendapat tawaran memerankan tokoh tersebut, bayarannya besar, tanpa casting. “Tapi akhirnya saya tolak. Banyak peran yang saya tolak karena tidak suka.”
Karma itu juga dirasakannya saat harus memerankan tokoh Daeng Azis, tokoh masyarakat Kalijodo. Ia mengaku pernah membuat meme tentang Daeng Azis karena tokoh itu begitu lucu. Bayangkan perasaannya ketika Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Polisi Krishna Murti memintanya untuk memerankan Daeng Azis. Perannya ini untuk serial televisi bergenre kriminal di sebuah kanal televisi berbayar, sekaligus untuk versi layar lebar.
Fauzi tak pernah bercita-cita menjadi aktor dan mengaku menjalani profesi ini karena ‘kecemplung’. Ia sering menemani teman yang berprofesi sebagai model hingga akhirnya mendapat tawaran berakting. Ia tak pernah belajar akting secara formal dan sering bereksperimen sendiri terhadap karakter yang akan diperankannya.
“Untuk riset, terutama kalau memerankan orang yang masih hidup, kalau bisa bertemu langsung ya Kalau tidak bisa, saya akan tanya ke orang lain kira-kira orangnya seperti apa,” katanya. Ia kemudian akan menganalisis ciri-ciri khusus dan psikologisnya. Bagaimana cara bicaranya—cepat, lambat, atau terbata-bata. Sebisa mungkin ia akan menirunya.
Walau telah berkarier di dunia hiburan secara profesional, Fauzi mengaku bukan social climber yang bisa langsung akrab dengan siapa saja dan hadir di berbagai pesta. Ia memiliki lingkaran pertemanan yang isinya hanya segelintir orang yang ia percaya.
“Saya mengandalkan feeling. Ada orang yang belum ketemu saja saya sudah tidak suka. Ada juga yang baru ketemu langsung suka. Kalau menurut hati saya orang ini cocok buat saya, akan saya terima. Saya punya filter sendiri untuk menyaring orang-orang ‘sialan’. Kalau terpaksa bekerja dengan orang itu, saya akan bekerja secara profesional dan berkomunikasi seperlunya,” ungkap Fauzi.
Daripada ke datang ke pesta, Fauzi lebih senang memanfaatkan waktu luangnya untuk mengurus berbagai binatang peliharaan seperti ayam, kambing, angsa, kelinci, burung, ikan, dan anjing, di rumahnya di daerah Rancamaya, Bogor, yang memiliki kebun. “Saya mirip anak kecil yang suka main-main di kebun. Atau seperti aki-aki pensiunan yang ngurusin binatang peliharaan,” candanya.
Pemeran Lenny dalam film “9 Naga” ini sebisa mungkin bermain futsal bersama tetangga dan teman-teman dekatnya di rumah, karena ia juga memiliki lapangan futsal pribadi. Tapi ia tak mau membatasi ke satu jenis olahraga saja karena menurutnya semua anggota tubuh perlu digerakkan. “Kadang-kadang saya malah ikut kelas aerobiknya ibu-ibu,” canda Fauzi.
Meski tidak selalu rutin berolahraga, Fauzi memang selalu memotivasi diri untuk menggerakkan badannya karena melihat kondisi fisik sang ayah yang tetap bugar meski usianya telah lebih dari 80 tahun.
Sayang, ia tak bersedia bercerita sedikit pun tentang pasangan hidup impiannya setelah berstatus duda tahun 2010. Tapi ia terbuka tentang dirinya yang tidak suka segala sesuatu yang berlebihan.
“Saya tidak suka terlalu dipuji atau terlalu dihina, saya tidak suka terlalu diperhatikan dan tidak suka ditekan. Saya memperlakukan orang lain sebagai partner, bukan atasan atau bawahan. Ini berlaku untuk siapa pun dalam segala hal.”
Tentu ini juga berlaku untuk calon pasangan hidup, kan?
[Baca juga cerita tentang kegelisahan Glenn Fredly]
Foto: Previan F. Pangalila
Busana: Hugo Boss
Pengarah gaya: Erin Metasari