Pada dasarnya, rekayasa genetika sudah lama kita kenal. Dan kini, produk pangan hasil rekayasa genetika sulit kita hindari, tanpa kita tahu gen apa saja yang terlibat di dalamnya.
Bonggol jagung ompong tak pernah lagi kita temukan. Sudah lebih 20 tahun, anak-anak kita hanya mengenal satu jenis jagung: Jagung manis berwarna kuning merata, dengan bonggol yang besar dan padat. Puas rasanya mengonsumsi jagung seperti itu. Makan satu langsung kenyang.
Sama juga halnya dengan buah semangka. Kita sekarang tak perlu direpotkan oleh biji semangka—hitam dan keras—karena semangka tanpa biji bukan hal baru di negeri ini. Tahukah Anda bahwa jagung kuning dan semangka tanpa biji adalah produk GMO atau rekayasa genetika?
Genetically Modified Organism atau GMO sering disebut-sebut sebagai cara untuk menghasilkan produk pertanian atau perkebunan yang dianggap lebih baik. GMO adalah bentuk rekayasa genetika—disebut juga transgenik—yaitu mengubah atau memodifikasi DNA dari organisme lain.
Rekayasa genetika merupakan produk bioteknologi untuk menghasilkan produk pangan yang enak, lebih bergizi, serta tahan terhadap penyakit dan cuaca. Rekayasa genetika sudah lama dikenal. Kita, manusia, adalah modifikasi genetika dari ayah dan ibu, dan ini merupakan proses modifikasi genetika secara alami. Tinggi tubuh Anda mungkin mewarisi ayah, dan hidung mancung Anda diturunkan dari ibu.
Sejalan berkembangnya peradaban, manusia akhirnya mengenal bercocok tanam atau bertani. Saat itu secara tidak disadari, manusia telah mempraktikkan rekayasa genetika. Hanya saja untuk menemukan jenis tanaman yang dapat diproduksi diperlukan waktu yang cukup lama.
Menemukan bibit dan cara tepat untuk menanamnya pun butuh waktu tidak sebentar. Barangkali perlu melalui beberapa generasi sampai akhirnya didapatlah kualitas yang baik, untuk dikonsumsi sehari-hari.
Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang dan ditemukanlah teknologi GMO. Ini adalah versi modern yang sudah terjadi sejak dulu kala. Yang ditemukan para ilmuwan adalah memindahkan gen ke organisme yang membutuhkan gen itu, kemudian menjadi organisme baru. Teknologi ini ditemukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Berkurangnya lahan karena populasi yang terus bertambah mengakibatkan ketersediaan pangan yang kian berkurang. Faktor ini menjadi alasan bahwa pertanian membutuhkan teknologi untuk memaksimalkan produksi pangan.
“Misalnya saja kita ingin membuat tanaman yang bebas dari hama. Kita pindahkan gen hasil insektisida alami yang kita gunting dari bakteri. Lalu, tanamannya sekarang dapat menghasilkan protein yang dapat membunuh serangga,” ujar Widya Agustinah, S.Si, M.Sc., pengajar pada Fakultas Teknikbiologi Unika Atma Jaya Jakarta.
Gagal panen di Indonesia kerap disebabkan oleh hama dan cuaca (kekeringan). Bibit-bibit yang telah melalui proses modifikasi dapat menjadi bibit unggul yang tahan hama dan cuaca. Bagi petani, ia tak perlu lagi menggunakan insektisida. Namun banyak aktivis pencinta lingkungan mengkhawatirkan terputusnya rantai makanan yang mengakibatkan ketidakseimbangan alam. Bila serangga musuh tanaman itu mati, bagaimana nasib sang predator?
“Tanaman refugia bisa jadi solusi. Dalam dunia pertanian, refugia berfungsi sebagai mikrohabitat dan penyedia sumber makanan atau sumber nektar, dan menjadi tempat berlindung bagi musuh tanaman tersebut. Refugia yang ditanam dipilih yang berbunga seperti bunga matahari atau tanaman yang memiliki warna mencolok, sehingga serangga pengganggu lebih tertarik,” papar Widya. Itu sebabnya dalam menanam tanaman GMO harus diberi jarak tanam.