Kedekatannya dengan nasabah mengantarkannya pada perjalanan karier selanjutnya. Pada 2006, ia memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya di bank, dan beralih ke bidang telekomunikasi.
Ia bekerja di perusahaan pabrikan shelter BTS, tempat untuk perangkat-perangkat telekomunikasi yang lokasinya tak jauh dari menara. Mada merasa hidupnya kembali bergeliat. Ia dengan giat mengembangkan jaringan.
Baru dua tahun menggeluti pekerjaan yang baru, teknologi telekomunikasi mulai bergeser ke ukuran yang lebih kecil. “Teman saya mulai mencari peralatan lain yang bisa kami adakan,” ujarnya.
Jawabannya adalah power. Operator telepon sangat agresif membangun BTS hingga ke daerah-daerah terpencil, daerah yang sering kali tidak memiliki sumber daya listrik.
Mada pun menyediakan genset untuk daerah-daerah tersebut. Tak disangka peminatnya banyak. Ia sampai memiliki 300 unit genset.
Seorang teman mengusulkan untuk menyediakan power ke PLN. Sebuah usul yang ia tanggapi dengan keraguan. Selama ini, tenaga yang disediakan tergolong kecil jika dibandingkan dengan yang dibutuhkan PLN. Bedanya bisa 10 kali lipat.
Setelah diyakinkan, ia pun memberanikan diri, karena ini artinya ia memiliki tantangan baru lagi.
Pada 2009 Mada mulai menyediakan listrik untuk PLN di empat lokasi di Ambon, dengan total kapasitas delapan mega watt.
“Ini bisnis baru untuk saya, yang artinya saya mulai menjalin jaringan baru lagi,” Mada bercerita. “Saya kembali ditanya oleh PLN, ‘bisa supply apa lagi?’” ujar ibu dua anak ini.
Kali ini, ia menawarkan lampu solar panel yang memiliki baterai. Pada masa itu, di Indonesia masih jarang sekali yang memakai produk ini. Mada berpikir, desa-desa yang lokasinya terpencil membutuhkan produk breakthrough seperti produk yang ia tawarkan.
Produknya sederhana, tinggal plug and play. Solar panel digunakan untuk mengecas baterai di dalamnya. Ini bisa menyediakan tenaga untuk tiga unit lampu tiga watt. Ukurannya cukup kecil sehingga mudah dibawa. Karena tahan air, produk ini juga bisa dibawa nelayan ke laut.
Sejak saat itu, Mada menjadi lebih dekat dengan produk solar panel hingga sekarang.
Menurut Mada, salah satu orang yang berjasa atas keberhasilannya dalam karier dan pekerjaan, adalah ibunya. Pelajaran marketing telah ia dapat dari ibunya sejak ia kecil, walau dulu ia belum tahu namanya. “Saya dari dulu suka dagang, membantu Mama jualan,” cerita Mada.
Ayah Mada adalah seorang pegawai negeri sipil dan ibunya ibu rumah tangga. Ketika kecil, ia tidak menyadari pendapatan ayahnya pas-pasan untuk membiayai kehidupan Mada dan keempat saudaranya.
Ibunya pintar memasak, sehingga di rumahnya selalu ada makanan yang nikmat. Sang ibu juga menjual masakannya, mulai dari kue basah, hingga lauk-pauk.
Beranjak remaja, Mada mengaku mulai membutuhkan uang jajan. “Waktu itu sudah mulai naksir-naksir, jadi perlu dandan,” sambil tertawa Mada mengingat masa remajanya.
Namun tidak ada uang berlebih untuk itu. Ibunya memberi pilihan, membantunya berjualan agar mendapat pendapatan tambahan. Setiap paket yang ia jual, ia akan mendapat Rp1.000. “Lumayan, saya bisa membeli pakaian, dan kebutuhan lain,” ujarnya.
Mada dan impiannya ada di halaman berikutnya