Dian Sastrowardoyo semakin bangga menjadi wanita Indonesia. Dalam setiap kesempatan, Dian selalu bangga mengenakan busana hasil karya desainer Indonesia.
Namun bukan itu saja; belakangan Dian juga suka mengenakan kain. Dalam akun Instagram-nya @therealdisastr, Dian bahkan menambahkan hashtag #pakeikat atau #pakekain setiap ia posting foto-fotonya.
“Sangat mudah jatuh cinta pada kain tenun,” ungkap Dian di depan wartawan saat pembukaan Pameran Foto, Video, dan Instalasi Kain Tenun Tradisional Sumba Timur bertajuk Lukamba Nduma Luri di Plaza Indonesia, beberapa waktu lalu.
Dian mengaku sangat kagum pada kekayaan budaya Sumba, mulai dari segala tradisi asli yang masih dijalankan, berkenalan langsung dengan penduduk yang ramah, juga alam Sumba Timur yang indah.
Diakuinya, ia semakin cinta pada wastra Indonesia, khususnya tenun Sumba Timur, setelah melihat langsung proses pembuatannya.
Sehelai kain dikerjakan selama berbulan-bulan, dengan proses pewarnaan dari alam yang tersedia di sekitar, dan bergantung pula pada cuaca. Seluruh elemen bersinergi hingga hasil dari ketekunan para perajin membuahkan karya yang indah.
“Saya ingin mengapresiasi para perajin di Sumba Timur agar mereka bisa lestari. Saya ingin sekali bisa membantu agar ini jadi tren. Pakai kain tak harus menunggu undangan perkawinan, kok, asal kita tahu cara memadankannya,” jelas Dian sambil menunjukkan kain yang ia pakai.
Sepulangnya dari Sumba Timur, Dian juga membawa kain sebagai oleh-oleh untuk beberapa sahabat, salah satunya untuk Marsha Timothy.
Tebalnya kain tenun Sumba tak membuat Dian merasa sulit untuk memakainya. Dengan tangkas Dian memberi beberapa contoh mengapa kain tenun yang cantik ini layak dikoleksi.
“Kain tenun ini memang tebal, tetapi ini malah versatile. Bisa jadi sarung bawahan, dibuat menjadi jaket atau mantel juga bisa. Saat saya travelling ke luar negeri, kain ini bisa menjadi syal yang menghangatkan sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia ke masyarakat luar,” ujar Dian, yang siang itu memadukan kain tenun Sumba dengan atasan hitam polos dan kalung etnik khas Sumba.
Foto: Erin Metasari