Di usia 41 tahun, Junior John Rorimpandey telah mewujudkan impian untuk memiliki restoran sendiri yang diberi nama Correlate.
Terkenal sebagai juri kontes memasak di televisi, ia kini lebih banyak membintangi iklan. Pria yang terkenal dengan nama Chef Juna ini juga aktif sebagai humas di Indonesian Chef Association (ICA) periode 2014-2017.
Apa yang dicapainya saat ini tidak datang begitu saja. Juna harus melalui jalan yang tak mulus. Lahir di Jakarta, Juna pindah ke Bali kelas 4 SD. Saat itulah ia mulai menunjukkan tanda-tanda kenakalan sebagai anak laki-laki. Karena sering bolos, ia pun dikeluarkan dari sekolah. Tak hanya itu, kenakalan Juna berlanjut, bahkan meningkat—sampai mencicipi narkoba dan overdosis segala.
Namun, meski nakal, Juna tetap memiliki cita-cita. Cita-cita yang akhirnya ia perjuangkan adalah menjadi pilot. Ia bahkan sampai menimba ilmu ke Amerika untuk menjadi pilot.
Hanya delapan bulan, kuliahnya berhenti karena kesulitan keuangan. Namun kegagalan tidak membuatnya ingin kembali ke Indonesia. “Saya takut nakal lagi,” kenang Juna. Ia pun bekerja di restoran-restoran yang menerima pekerja ilegal.
“Awalnya demi bertahan hidup, saya lalu jatuh cinta pada seni memasak. This is the only thing that I can do,” katanya. Memulai sebagai koki, akhirnya ia dipercaya memimpin kitchen, sehingga ia merasa sah menyebut dirinya “chef.” “Jadi, kalau ada yang bilang, ngapain, sih, kembali ke kitchen lagi dan bangun restoran, saya akan jawab: Di belakang sana (kitchen), I feel alive.”
Tiga belas tahun di Amerika, sendirian, tidak punya apa-apa, dan berstatus ilegal, justru memberi kehidupan baru bagi Juna. Setelah memperoleh green card, ia semakin mudah bekerja di restoran-restoran besar, hingga akhirnya bisa kembali ke Indonesia dan menjadi juri kontes memasak.
Correlate ia bangun sepanjang tahun 2016 dan resmi dibuka akhir tahun lalu. Restoran itu menggunakan konsep Eclectic Cuisine. “No boundaries, no rule,” ujar Juna. Ia bebas memadukan masakan Prancis dengan masakan Jepang yang menjadi spesialisasinya. “Prancis lebih ke complexity dan Jepang kebalikannya, simplicity,” jelas Juna.
Sebagai pemimpin restoran, Juna cenderung tegas. “Tapi di luar Correlate, saya bisa menjadi teman yang gila bagi karyawan saya.”
Kini, setelah menjadi pria yang mapan, Juna malah mengaku cenderung kelewat teratur. “Sekarang di apartemen saya semuanya serba presisi. Semalam apa pun saya pulang, letak sepatu pasti rapi. Gantungan baju geser sedikit saja saya tahu. Saya juga perfeksionis. Memori saya gila, attention to detail saya parah,” kata Juna.
Meski hidupnya sekarang telah berubah, sesekali ia masih menenggak alkohol saat hang out, sekadar untuk menikmati hidup. Ia juga sering touring bersama teman-temannya, menggunakan Harley-Davidson miliknya ke berbagai kota di Indonesia.
“Ada tiga hal yang saya inginkan sejak kecil: Mobil Jeep, anjing bulldog, dan motor Harley. Semuanya sudah pernah saya miliki. Kalau melihat perjalanan hidup ke belakang, saya bisa bilang bahwa sekarang adalah versi terbaik dari diri saya.”
Meski pernah gagal dalam pernikahan pertama, ia tidak trauma untuk membangun rumah tangga lagi. Ia siap menikah lagi jika sudah menemukan perempuan yang tepat. Ternyata syaratnya mudah saja, “Yang penting, jangan matre!” katanya, sambil melemparkan senyum khasnya kepada saya.
Foto: Shinta Meliza
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah
Lokasi: Correlate, Jakarta Selatan