Jabat tangan Abdul Djalil Pirous masih terasa kokoh, meski 11 Maret lalu, Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung itu baru saja berulang tahun ke-84. Dalam acara peluncuran pameran lukisan kaligrafinya di area lobi World Trade Center 2, Jakarta, awal Maret lalu, ia bercerita soal lukisan-lukisan pilihannya.
“Sulit sekali memilih 13 lukisan yang akan saya pamerkan di sini, karena semua karya punya maknanya sendiri bagi saya,” ungkapnya. Ia menunjuk salah satu karya tipografinya yang berbunyi, Ada “Oebi, Ada Talas. Ada Boedi, Ada Balas.” Katanya, ucapan ini begitu sering ia dengar sejak kecil. Begitu akrab sampai ia meresapi dalam kehidupannya hingga kini.
Lahir di Meulaboh, Aceh, pada 1932 silam, Pirous salah satu dari segelintir seniman Indonesia yang mengecap pengalaman berkarya dalam orde-orde politik berbeda. Karya-karya yang ia tampilkan dalam pameran ini adalah lukisan-kaligrafi yang ia buat sepanjang periode 1970-an hingga 2014.
Ada kalimat harfiah, ada juga kaligrafi yang filosofis. Seperti salah satu karyanya yang berjudul “Dia yang Menyentuh Langit” dan “Dia yang Menyentuh Bumi” atau “Apa Namamu.” Tak hanya kalimat berbahasa Arab atau Indonesia, Pirous juga melukis kaligrafi dalam aksara Jepang dan Cina. Semua adalah kutipan pikiran Pirous. Karyanya adalah rrefleksi kehidupannya, yang didalami, diperluas, serta ditajamkan untuk mencipta bentuk dan konsep kaligrafi.
Pirous mengibaratkan hasil eksplorasi konsep kaligrafi yang ia lakukan ibarat catatan yang ia kumpulkan, memenuhi meja ‘eksperimentasi’-nya. Karena itu ia cukup posesif pada karya-karyanya. Pernah ia menolak tawaran seseorang di sebuah pameran karena ia tak mau lukisannya diperlakukan sia-sia. “Waktu itu saya menawarkan bantuan untuk memasang lukisan dengan baik, tapi dia menolak. Katanya, ‘tidak, saya akan meletakkannya di ruang penyimpanan saya saja.’” katanya.
Di lain waktu, ia melepas begitu saja lukisannya pada seorang tukang sablon. Ia ingat, laki-laki itu begitu tulus menyenangi karyanya. Laki-laki itu menunggu hingga berani berkata pada Pirous bahwa ia tak punya banyak untuk ‘menebus’ lukisan kaligrafi Pirous. Dan di akhir pameran, karya Pirous itu berpindah tangan ke tempat yang Pirous yakini membuat karyanya nyaman dan terapresiasi.
Karya-karya Pirous dipamerkan hingga 1 April 2016. Ini adalah salah satu bentuk apresiasi PT Jakarta Land terhadap karya seni Indonesia, sekaligus salah satu seri dari rangkaian program Art at WTC yang akan berlangsung sepanjang tahun 2016.
Foto: Mardyana Ulva