Linor Abargil baru berusia 18 tahun pada tahun 1998. Gelar Miss Israel yang ia peroleh pada bulan Maret mengirimnya ke ajang Miss World di bulan November tahun yang sama.
Namun hanya tujuh minggu menjelang final Miss World, Linor mengalami kejadian pahit yang mengubah total hidupnya.
Pada September 1998 ia berada di Italia untuk urusan modeling. Karena rindu ingin pulang ke Israel, di bulan Oktober ia minta tolong agensinya untuk mencarikan tiket.
Bukannya perjalanan menyenangkan di atas kereta yang ia dapatkan malam itu. Uri Schlomo Nur, pria asal Israel dari agen perjalanan yang mengantarnya ke stasiun, memerkosanya malam itu. “Ia tidak mengantar saya ke stasiun malam itu. Setelah peristiwa yang mengerikan itu ia mengajak saya berkeliling Kota Milan,” ujar Linor dalam film dokumenter “Brave Miss World.”
Segera setelah kejadian itu, Linor menelepon ibunya, dan dengan dukungan penuh dari sang ibu, Linor pergi ke rumah sakit untuk mendapat visum, tes DNA, lalu melapor polisi di Roma. Saat itu dimulailah perjuangannya mendapat keadilan, untuk menjerat pelaku, yang ternyata bukan hanya Linor korbannya, agar mendapat hukuman yang sepadan.
Dua bulan bukan waktu yang menyenangkan bagi Linor. Peristiwa traumatis itu membuatnya takut keluar rumah, bahkan ketika ia dinobatkan sebagai Miss World 1998. Menjadi Miss World tidak lantas memudahkan usahanya menyeret pelaku kejahatan seksual ini. Nur menyangkal dan menuduhnya mencari sensasi dengan menjual cerita perkosaannya untuk mendapat simpati.
Proses berliku yang menguras energi fisik dan mental dan waktu harus ia jalani. Mengumpulkan para korban kekerasan seksual dari pelaku yang sama dan edukasi bagi para korban lain di belahan dunia lainnya ia lakukan. Mengejutkan. Korban perkosaan tidak hanya para gadis tetapi tidak sedikit juga laki-laki muda. Ia mengajak para korban untuk tidak berdiam diri.
“Hasilnya, terjadi peningkatan jumlah korban perkosaan di Israel yang melapor,” kata Linor. Kasus perkosaan selalu menyisakan kepedihan tak hanya bagi korban, tapi seluruh keluarga dan orang terdekat lainnya.
“Saya selalu ada untuk Linor. Berat rasanya menyaksikan setiap perubahan yang terjadi pada dirinya,” ujar ibu Linor. Menjadi ibu dari seorang gadis korban kekerasan seksual bukan soal gampang. Dalam kepedihannya sendiri, ia harus tampak tegar untuk memberi dukungan bagi putrinya. Demikian pun sang ayah. Melaporkan peristiwa itu bukan soal mudah karena pada prosesnya banyak pertanyaan yang menyudutkan korban karena tidak ada saksi mata.
Kisah Linor diangkat dalam “Brave Miss World,” film dokumenter 90 menit yang dirilis tahun 2013. Film itu diputar dalam acara diskusi bertema Peran Media Dalam Menghentikan Kekerasan Terhadap Perempuan di @Amerika pada 23 November 2016, yang diadakan oleh Komisi Nasional Perempuan dalam rangka kampanye anti kekerasan terhadap perempuan.
Film ini diproduseri oleh Cecilia Peck, seorang produser film, sutradara, dan aktris. Ia putri tunggal aktor Gregory Peck dan istrinya Veronique Passani. Sebagai aktris ia pernah masuk nominasi Golden Globe Award dalam film “The Potrait.”