Salah satu sifat yang harus kita kendalikan adalah iri hati. Menurut para psikolog, seperti yang dikutip oleh Majalah Psychology Today, iri adalah reaksi yang timbul bila kita terobsesi memiliki sesuatu yang bisa dinikmati orang lain, tapi kita tidak mampu mendapatkannya.
Erbe Sentanu, transformational coach dan mental healer dari Katahati Institute menegaskan, pada dasarnya iri dan dengki bukanlah sifat asal manusia.
"Saya tidak setuju kalau ada yang bilang sifat iri itu manusiawi. Bayi lahir ke dunia dengan hati suci, tanpa rasa iri. Ibunya jelek, miskin, atau cacat, dia tetap menyayangi sang ibu, apa adanya.
"Kita dilahirkan dengan kondisi merasa cukup dengan apa pun yang diberi Tuhan. Kalau setelah besar kita tumbuh jadi orang yang suka iri, itu karena bentukan dari lingkungan," pria yang disapa Nunu ini menegaskan.
Lingkungan itu bisa berupa orang tua yang gemar membanding-banding anaknya dengan anak orang lain, suka memaksa anaknya agar lebih hebat dari anak lain, atau tak mau anaknya 'kalah' dalam segala hal dari anak lain. Tapi, bisa juga iri itu merupakan bentukan dari lingkungan pergaulan, misalnya peer group (khususnya di masa remaja), lingkungan pekerjaan, atau kelompok arisan.
Mungkin ada yang menganggap sifat iri hanyalah sebuah 'dosa kecil'. Buktinya, kalau ada orang yang iri terhadap kita, biasanya hanya bisa dinasihati. "Sudahlah, itu, sih, cuma omongan orang sirik. Tak perlu masuk ke hati."
Tapi, benarkah iri hati merupakan dosa kecil yang tak perlu dianggap serius?
Kenapa iri dan dengki disebut sakit jiwa?