Ditemui di kediamannya di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan. Sundari Untinasih Soekotjo, 50, tampak anggun mengenakan terusan hijau dengan rambut di-blow sederhana. Sama anggun dan ayunya dengan saat berkebaya setiap kali ia tampil menyanyi keroncong. Ketika saya datang, ia telah siap difoto, dan anaknya sendiri, Putri Intan Permatasari, yang mendandaninya. Sesi foto itu dimeriahkan suara ayam yang hilir mudik di kebun belakang rumahnya yang asri. “Saya ini orang rumahan. Kalau tidak menyanyi, saya lebih suka di rumah, memelihara ayam, merajut, masak,” katanya.
"Saya menyanyi keroncong sejak usia 9 tahun, saat dibawa ayah saya ke radio Angkatan Udara untuk menyanyi. Bapak saya, seorang tentara, memang penggemar berat keroncong dan sering berlatih di rumah. Setiap kali ditanya soal cita-cita, saya selalu menjawab, mau jadi penyanyi. Maka saya diikutkan berbagai lomba menyanyi. Di usia 15 tahun, saya menjadi juara dua Bintang Radio Televisi jenis keroncong wanita tahun 1979, dan juara satu di lomba yang sama tahun 1983. Bahkan sejak 1978, saya sudah diundang menyanyi di Istana Negara. Waktu itu saya menyanyi mengenakan baju pramuka karena pas Hari Pramuka Nasional. Lalu saya diundang lagi dan diminta menyanyi pakai kebaya dan bersanggul.
Saya sempat menyanyi lagu pop dan rekaman album pop, tetapi Bapak tidak mau nonton kalau saya tampil sebagai penyayi pop. Akhirnya, saya memutuskan untuk tetap menjadi penyanyi keroncong hingga saya memiliki belasan album rekaman.
Banyak hal membuat saya sangat mencintai keroncong. Pertama, saya bisa membahagiakan ayah-ibu saya yang sangat mencintai keroncong. Apalagi saya merasa warna suara saya cocok. Saya juga merasa lebih tenang setiap kali menyanyikan lagu keroncong. Yang tak kalah penting, saya bahagia karena bisa selalu tampil mengenakan kebaya Jawa dan bersanggul seperti Ibu Waljinah, idola saya.
Kami sering bertukar pikiran. Beliau yang menyarankan saya agar tidak meniru cengkok orang lain—dulu saya sering disebut mengikuti cengkok Mus Mulyadi. Akhirnya, saya memiliki ciri khas, cengkok, dan penjiwaan sendiri di setiap lagu yang saya nyanyikan."
Atas dedikasinya di musik keroncong, Sundari mendapat Anugerah Kebudayaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hari Musik Indonesia tahun 2011.
"Saya tidak menyangka akan mendapat penghargaan itu. Saya hanya diundang sebagai tamu. Karena itu, saya cukup sanggulan sendiri, berkebaya sendiri. Eh, ternyata nama saya dipanggil untuk mendapat penghargaan. Saya tentunya bahagia dan bangga. Dedikasi saya di musik keroncong dihargai dan diperhatikan oleh negara.
Kini fokus saya adalah regenerasi. Itu sebabnya baru-baru ini saya mendirikan Yakin (Yayasan Keroncong Indonesia). Seharusnya berdiri tahun lalu, namun karena ibu saya sakit dan kemudian meninggal, saya harus menunda mengurus legalitas Yakin. Setelah resmi berdiri, saya bekerja sama dengan Galeri Indonesia Kaya menggelar Kedjora (Keroncong Djoeara Noesantara). Sebetulnya ini proyek uji coba, namun ternyata masyarakat antusias menonton hingga selalu penuh setiap hari. Karena itu saya berniat menggelar acara semacam ini lebih sering lagi, agar generasi muda kita bisa lebih menikmati dan mengapresiasi keroncong dengan cara yang mereka sukai. Sebelumnya, saya juga pernah berkolaborasi di album rekaman bersama Souljah yang justru bergenre reggae."
Jika belum pernah mendengar atau sulit mencari album ini, Anda bisa mengakses YouTube untuk menikmati lagu berjudul Lelaki Itu, yang dinyanyikan Souljah featuring Sundari Soekotjo. Di pertunjukan Kedjora 7-12 April 2015 lalu, Sundari berduet dengan penyanyi muda seperti Winda Viska (Indonesian Idol) dan Candil, penyanyi rock. Ia juga tampil berduet dengan putrinya, Intan.
"Kini saya tinggal menikmati hidup. Pada dasarnya saya orang yang tidak bisa diam, jadi di rumah pun banyak yang saya lakukan. Merajut, memelihara ayam dan ikan, memasak, dan yang paling saya nikmati, beres-beres rumah, ha ha ha ..."
Foto: Adelli Arifin
Pengarah Gaya: Erin Metasari