Di tahun 2009, perempuan bernama lengkap Asmarani Rosalba, 45, ini mulai menerima tawaran novelnya, Emak Ingin Naik Haji: Cinta Hingga Tanah Suci, untuk diangkat ke layar lebar.
Setelah itu, hampir tiap tahun novelnya diadaptasi ke film. Yang paling terkenal adalah “Assalamualaikum Beijing,” “Jilbab Traveler,” dan “Surga yang Tak Dirindukan.” Total sudah 10 novelnya yang diadaptasi ke layar lebar. Di tahun 2017, Asma memulai proses penulisan sekaligus syuting novelnya yang ke-53, Cinta Dua Kodi.
Sejak film pertama, Asma telah meminta keleluasaan untuk memilih sutradara dan penulis skenario. “Buat saya, menulis itu berjuang. Tulisan-tulisan saya kalau bisa membawa spirit perubahan.
“Saya tahu pembaca saya ada yang berasal dari kalangan bawah, yang untuk membeli novel saya saja harus menabung dulu. Saya merasa harus menggerakkan orang untuk membuat lompatan dalam hidup mereka. Ketika diangkat ke layar lebar, saya ingin semangat itu tetap ada,” ungkap ibu dua anak remaja ini.
Asma mengaku memang sengaja mengangkat tema perempuan dalam karya-karyanya. Hal yang menginsipirasinya untuk fokus pada perempuan adalah ketika ia menemani istri penulis Gola Gong melahirkan. “Waktu itu Gola Gong bilang sama saya, ‘Asma, saya nggak ngerti kenapa ada suami yang tega menikah lagi setelah melihat istrinya melahirkan’,” kenangnya.
Sejak itu ia tertarik dan ingin meluruskan pendapat soal poligami. “Poligami itu pintu darurat. Rasul sendiri menyarankan, jika kamu sudah menikah dan mengagumi perempuan lain di luar rumah, segeralah kembali ke rumah, sebab apa yang ada di perempuan itu sesungguhnya bisa kamu temukan di rumah,” jelasnya.
Kalaupun pada akhirnya pria terpaksa harus berpoligami, Asma ingin agar para suami mempersiapkan istrinya sejak awal, bukan mengabari ketika akan—palagi setelah—menikah lagi. “Saya ingin laki-laki mengerti luka hati perempuan yang dipoligami, juga anak-anak mereka,” ujar istri dari Isa Alamsyah ini.
Itu sebabnya Asma terus mengawal proses syuting agar cerita tidak melenceng ke mana-mana. Rapat selalu dihadiri empat pilar: Produser, sutradara, penulis skenario, dan Asma sebagai penulis novel.
Ia juga selalu ikut ke lokasi syuting, termasuk mendampingi Bunga Citra Lestari ke Korea dan Kawah Ijen saat syuting “Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea,” yang diangkat dari salah satu novel bestseller-nya, yang telah mengalami 16 kali cetak ulang.
Asma tidak memungkiri ada hasil akhir film yang mengecewakannya, yang tidak sesuai dengan ekspektasi pembaca novelnya. “Mungkin saya tidak ‘berjodoh’ sama sutradaranya,” katanya, tersenyum.
Ia juga pernah mendapat keluhan dari pembaca novelnya, yang meninggalkan bioskop hanya setengah jam setelah film dimulai karena kecewa. “Mungkin waktu itu saya belum keukeuh mempertahankan hak saya sebagai penulis. Sekarang, saya sudah lebih selektif, sebab buat apa mengadaptasi sebuah novel kalau akhirnya melenceng sedemikian jauh?”
Hubungan Asma dengan pembacanya memang kuat. Tak sedikit yang menghubunginya langsung via media sosial atau e-mail untuk curhat—mulai dari masalah ringan sampai kelas berat seperti KDRT .
“Saya semakin bersemangat menulis buku-buku tentang perempuan yang berdaya. Contoh saya adalah ibu saya. Kami dulu miskin, tapi Ibu tidak pernah mengeluh.
“Saya pernah menderita gegar otak dan sampai sekarang masih memiliki tumor di otak, juga kelainan jantung dan paru-paru. Tapi ibu saya begitu ikhlas merawat saya. Maka saya punya keinginan untuk menjadi kebanggaan beliau,” katanya.
Cara yang dipilihnya adalah dengan menulis. “Saya menikmati proses menulis. Saya ingin menyampaikan pesan-pesan bahwa seorang ibu harus memiliki keimanan yang kuat.
“Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Tanpa ibu yang kuat, mustahil lahir anak-anak yang kuat dan bercitra diri positif. Perempuan harus bisa menghidupi diri sendiri dan anak-anaknya, agar jika terjadi apa-apa dengan suami, tidak ada yang jadi korban,” jelasnya.
Asma ingin menunjukkan, ia masih bisa mengajar private Bahasa Inggris, mendirikan perpustakaan, menulis buku, dan traveling ke 61 negara. Ia juga mendirikan Asma Nadia Publishing House sejak tahun 2009, yang menerbitkan karyanya dan penulis lain.
Foto: Hermawan
Pengarah gaya: Erin Metasari
Rias wajah: Ary Alba