Tahun Baru Imlek identik dengan bagi-bagi angpao. Kebiasaan bagi-bagi angpao ini bukan hanya terjadi di kalangan keluarga etnis Tionghoa.
Bisa saja para pegawai (yang bukan Tionghoa) juga kebagian angpao dari bosnya, atau tamu yang kebetulan bertandang ke rumah orang yang sedang merayakan Imlek.
Kata "angpao" sendiri berasal dari dialek Hokkian; arti harfiahnya adalah bungkusan/amplop berwarna merah. Angpao biasanya berisi uang. Bagi masyarakat Tionghoa, warna merah adalah lambang kebaikan, kesejahteraan, kegembiraan, dan semangat optimistis yang diharapkan akan membawa nasib baik.
Sebenarnya tradisi bagi-bagi angpao bukan hanya terjadi pada perayaan Tahun Baru Imlek, melainkan dalam peristiwa apa pun yang melambangkan kegembiraan, seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru, dan lain-lain.
Angpao yang dibagikan pada Tahun Baru Imlek mempunyai istilah khusus yaitu "Ya Sui," artinya hadiah untuk anak-anak berkaitan dengan pertambahan umur di tahun yang baru. Tapi pada praktiknya, angpao dibagikan kepada siapa saja dalam keluarga besar, bukan hanya kepada anak-anak.
Di zaman dulu, hadiah tersebut bukan berupa uang seperti yang umum terjadi sekarang, melainkan berupa manisan, permen, atau kue-kue. Tradisi memberi uang sebagai pengganti makanan baru muncul pada zaman Dinasti Ming dan Qing.
Dalam satu literatur mengenai Ya Sui, tertulis bahwa anak-anak ternyata tak hanya menginginkan manisan, permen, atau kue, tapi juga petasan, mainan, dan sebagainya. Jadi agar lebih praktis, lebih baik memberi uang saja supaya anak-anak bisa memutuskan sendiri apa saja yang ingin dia beli dengan angpao-nya. Dan ternyata kebiasaan baru ini ikut meningkatkan peredaran uang di zaman itu.
Namun karena uang kertas pada zaman itu nominalnya sangat besar sehingga dianggap terlalu besar bila diberikan kepada anak-anak, maka angpao biasanya diisi dengan uang keping atau koin dari perunggu yang nilainya kecil. Tak heran bila pada zaman dulu angpao-nya gendut-gendut karena berisi uang koin.