.jpg)
Tak seperti gelombang yang kedatangannya bisa diantisipasi, arus kerap tidak tampak.
Kita tidak melihat kehadirannya, karena ia bergerak diam-diam di dalam, dan tahu-tahu kita sudah dibawanya hanyut begitu jauh.
Nyaris setiap hari main ke laut—rumah saya memang dekat laut—membuat saya senang merenungi dan merasakan keberadaan samudra dan dinamikanya. Gelombang laut selatan Bali, yang adalah Samudra Hindia, sungguh dahsyat.
Tingginya bisa mencapai empat meter. Saya mendengar deburnya setiap malam. Saya juga bisa memotret alunan air berwarna zamrud dengan buih-buih putih menyerupai awan sebagai ekornya. Pemandangan yang tak pernah gagal memukau saya.
Bahkan ombak itu sering dijadikan permainan buat Raisa, balita putri asisten rumah tangga saya yang selalu ingin ikut bila kami ke pantai. Dengan aba-aba, “Awas, gelombang datang!” dia akan dengan riang gembira menunggu gelombang mendekat, lalu berlari-lari menyogsong ke arah pantai sambil tertawa-tawa.
Namun, saya tidak pernah membiarkannya berenang sendirian tanpa diawasi kendati sudah mengenakan pelampung. Sebab, berkali-kali saya rasakan sendiri betapa kuat arus di laut itu. Kendati air sedang terlihat tenang tanpa gelombang, tubuh kita tetap bisa berpindah jauh dari tempat semula, diseret secara amat perlahan dan tanpa terasa.
Itulah pekerjaan arus—gerakan sirkulatif di permukaan dan di kedalaman laut yang berlangsung terus-menerus akibat pengaruh kepadatan massa air, arah angin, suhu, salinitas air, gravitasi, serta gempa-gempa di dalam laut yang tidak selalu terasa di daratan.
Yang mau saya bagikan di sini bukanlah tentang bahaya berenang di laut. Melainkan tentang gelombang dan arus kehidupan. Gelombang itu saya ibaratkan sebagai berbagai situasi kehidupan alias cobaan hidup. Sedangkan arus dapat disamakan dengan pengaruh yang mendikte kesadaran kita.
Gelombang laut, setinggi apa pun, sekuat apa pun hantamannya, kedatangannya sudah kelihatan dari jauh. Gelombang sudah memberikan pertanda sebelum menghantam pantai, sehingga masih bisa kita antisipasi dengan menghindar, atau menyiapkan diri untuk menghadapinya. Berbagai masalah yang menimpa kita dalam kehidupan lebih kurang seperti itu.
Sebelum masalah itu memburuk dan membuat kita terpuruk, tanda-tanda awalnya sudah ada bila kita mau berhenti sejenak dari rutinitas dan mencermati kondisi hidup kita. Kebangkrutan, kehilangan, putus hubungan, atau berbagai perubahan lain yang membuat kita menderita, sesungguhnya sudah kita dengar gemuruhnya dan kita lihat gulungannya dari kejauhan.
Kalau gelombang itu tiba-tiba menghantam dan membuat kita basah atau terjatuh, pastilah karena kita terlalu asyik dan tidak awas.