Kau ingin aku jadi negara
atau hal-hal lain yang gemar berlibur.
Aku lebih suka andai bisa jadi
buku dongeng yang kau baca
di tempat tidur. Kaupeluk aku
sambil tertawa membayangkan
kita sepasang anak kecil yang selamanya.
Kupeluk kau sambil membayangkan
lengan kita adalah satu-satunya
atau hal-hal lain yang gemar berlibur.
Aku lebih suka andai bisa jadi
buku dongeng yang kau baca
di tempat tidur. Kaupeluk aku
sambil tertawa membayangkan
kita sepasang anak kecil yang selamanya.
Kupeluk kau sambil membayangkan
lengan kita adalah satu-satunya
Itulah potongan sajak Aan Mansyur dalam judul 'Menjadi Kemacetan'. Dalam peluncuran buku terbarunya, Aan mengungkapkan bahwa puisi ini ia ciptakan karena gerah dengan orang Jakarta yang selalu mengeluh tentang kemacetan namun tak pernah membuat karya tentang kemacetan. Ungkapan ini spontan membuat saya tertawa, merasa tersindir.
Aan merupakan penyair asal Makassar yang mulai aktif berkarya sejak tahun 2000an. Sejumlah buku puisi dan cerpen Aan sudah terbit sejak 2005. Tahun 2015 ini, Aan kembali meluncurkan kumpulan puisi, bertajuk "Melihat Api Bekerja". Bedanya, kali ini puisi-puisi tersebut didampingi oleh karya ilustrasi yang dipesan khusus, karya Muhammad Taufiq, yang lebih dikenal dengan Emte. Dalam buku ini, Emte membuat 60an karya ilustrasi yang mendampingi 54 puisi. Sebanyak 41 ilustrasi kemudian dipilih untuk dipamerkan di Edwin's Gallery, sejak 15 hingga 26 April 2015.
Yang unik dari kolaborasi ini adalah baik Aan maupun Emte belum pernah bertemu sebelumnya. Aan di Makassar dan Emte di Jakarta. Mereka mengenal karya masing-masing melalui media sosial, lalu Aan memulai korespondensi melalui online. Ilustrasi pun dikerjakan Emte selama hampir satu tahun. Mereka berdua akhirnya bertemu muka saat peluncuran buku dan pembukaan pameran digelar, 15 April 2015 lalu.
Aan mengaku, ilustrasi favoritnya berjudul "Pameran Foto Keluarga yang Bahagia". Ilustrasi tersebut menggambarkan foto keluarga yang kepala masing-masing anggota keluarganya luntur sehingga tak tampak jelas siapa yang berada dalam foto tersebut. Ilustrasi ini mengingatkan Aan kepada keluarganya yang tak pernah utuh dalam foto keluarga. Kesibukan masing-masing anggota keluarga membuat foto keluarga mereka tak pernah utuh. Selama proses menggambar, Aan tidak pernah menjelaskan puisi-puisinya kepada Emte. Ia membebaskan Emte berimajinasi, sehingga ketika melihat ilustrasi favoritnya itu, Aan merasa Emte dapat menangkap apa yang hendak disampaikan olehnya.
Namun, di buku ini, ilustrasi karya Emte tak harus disikapi sebagai deskripsi puisi-puisi Aan. Keduanya hadir sebagai karya masing-masing, yang saling bercakap dan kita hanya perlu menyimak percakapan mereka. Seperti dalam karya "Melihat Api Bekerja", kita tak akan menemukan unsur api di dalam ilustrasinya. Dan simak potongan sajak di samping ilustrasi tersebut:
Terlalu banyak hal
yang mereka katakan
dan gampang jatuh cinta.
Mereka menganggap jatuh cinta
sebagai kata kerja
dan ingin mengucapkannya
sesering mungkin.
Mereka tidak tahu
jatuh cinta dan mencintai
adalah dua penderitaan yang berbeda.
Teks & foto: Tenni Purwanti