Dari beragam jenis bunga di planet ini, Marcella Yuni memilih anggrek sebagai tambatan hatinya. Tapi cinta saja tak cukup untuk mempertahankan passionnya pada anggrek.
“Anggrek punya kecantikan yang berbeda dari bunga lainnya. Bunga ini tampak sederhana, namun begitu anggun, cantik, dengan pesona yang tidak glamor,” kata wanita yang akrab disapa Yuni ini. Seperti saat ia sedang jatuh cinta, memandang anggrek tak akan pernah merasa bosan. Kesederhanaan anggrek justru membuat Yuni merasa teduh dan ingin terus bersamanya.
Perkenalannya dengan anggrek pada tahun 2005 berawal dari sang ayah mertua, Amin Supriyadi. Amin adalah pendiri PT Eka Karya Graha Flora, yang mengajaknya bergabung ke bisnis ini. “Sebelumnya saya cuma senang memandangi anggrek. Begitu dicoba menjalani, ternyata seru juga,” cerita Yuni dengan senyum tersungging, tak ubahnya mengenang romantika lama. “Saya seperti mendapat mainan baru untuk diulik.”
Latar belakang pendidikannya di bidang pemasaran menjadi pendukung yang membakar keingintahuannya. Kala itu Yuni melihat ada ruang untuk melakukan pembenahan dalam prosedur sistem perawatan serta potensi untuk branding. Menurutnya, perusahaan ini sudah paham soal perawatan anggrek, tapi SOP harus dibakukan. Waktu dan cara penyiraman, serta higinitas harus ada standar yang menjadi acuan.
“Orang sudah tahu ada anggrek Cikampek, tapi dari mana asalnya mereka belum tahu,” Yuni lanjut mengenang. Dalam menjalankan bisnis ini, Yuni juga mempekerjakan seorang tenaga ahli dari Jepang. Tak ingin anggreknya seperti buah-buahan di pasar yang petani dan kualitasnya anonim, ia bertekad memberi image yang membuat anggrek lebih berkesan bagi lebih banyak orang.
Ibarat mengurus anak, kalau tidak peka, orang tua bisa salah memperlakukan batuk kering dan batuk berdahak.