1. Tak pernah dibicarakan tuntas
Masalah keuangan bisa berkembang jadi berlarut-larut dan menimbulkan pertengkaran berkepanjangan di antara suami dan istri bila tidak pernah dibicarakan dan diatasi secara tuntas. Akibatnya, masalah yang sama terjadi dan terjadi lagi, dan Anda pun bertengkar dan bertengkar lagi.
Jeff Motske, perencana keuangan yang juga penulis buku The Couple’s Guide to Financial Compatibility, menyarankan agar suami-istri menyelesaikan masalah keuangan keluarga dalam kondisi santai, misalnya sambil ngopi di sebuah kafe yang homy, di suatu sore sepulang kerja atau di akhir minggu.
Siapkan poin-poin yang akan dibicarakan, dan pastikan bahwa masing-masing mengetahui dengan pasti topik yang akan dibicarakan, agar ia (atau Anda) tidak merasa dijebak. Dalam suasana kasual, kita biasanya lebih terbuka untuk memberi dan menerima masukan dari pasangan. Dan Anda tentu segan untuk bertengkar di depan publik, kan?
2. Utang yang tak terprogram
Utang di bank atau kredit kendaraan/rumah biasanya mewajibkan adanya persetujuan suami/istri. Karena itu, utang seperti ini biasanya sudah diketahui dan disepakati oleh suami dan istri. Namun bila suami atau istri berutang di lembaga keuangan yang tak mewajibkan adanya persetujuan pasangan atau secara perorangan, bisa saja pasangannya tidak tahu.
Yang kerap menjadi masalah adalah bila utang macet di tengah jalan, sementara pasangan kita tak tahu-menahu. Lebih parah lagi bila saat berutang, surat rumah atau surat berharga lainnya dijadikan jaminan.
“Sebelum berutang, sebaiknya kita selalu ingat bahwa utang itu sifatnya diwariskan—baik secara hukum maupun agama. Bila suami meninggal, maka utangnya akan diwarisi oleh istri (kecuali bila sebelum menikah keduanya membuat perjanjian pisah harta). Bila istri juga meninggal, maka anak-anaklah yang harus menanggungnya,” kata Rina. “Berutang tentu tidak salah, asalkan terprogram dengan baik dan sesuai dengan kemampuan kita.”