3. Contoh bagi anak
Bila orang tua mampu memberi contoh hal-hal positif kepada anak-anak, misalnya, tentang cara mendapatkan penghasilan dan cara pemanfaatannya dengan baik, anak-anak akan mengikutinya. Mereka juga akan berpikir panjang sebelum melakukan korupsi (kalaupun terjadi, mungkin saja karena lingkungan pergaulan mereka).
Sebaliknya, jika sejak kecil anak melihat orang tua melakukan tindak korupsi, harta ataupun waktu, maka ia akan menganggap hal itu sebagai tindakan yang biasa saja. Tidak heran bila sudah dewasa, ia akan melakukan hal yang sama.
4. Ingat nasib keluarga
Tindak korupsi adalah perbuatan kriminal. Hal ini tercantum dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang no.31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Begini bunyinya: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Ini dapat menjadi masalah besar jika pasangan Anda adalah pencari nafkah tunggal dalam keluarga.
Ada juga ancaman lain, yaitu 'hukuman' dari masyarakat yang biasanya tak kalah kejam. Jika hukum hanya menjerat si pelaku, tidak demikian dengan sanksi sosial. Ada banyak dampak yang dapat mengikuti keluarga koruptor seumur hidup.
Dengan pengetahuan bahwa korupsi dapat berdampak fatal bagi seluruh keluarga, Anda harus berbuat sesuatu.
Yang paling mudah adalah dengan menegur dia jika Anda mencium gelagat yang tidak beres di balik kemurahan hatinya. Karena jika Anda diam, Anda pun bisa dianggap mendukung tindak pidana ini dan ikut terkena hukuman.