#2 Keyakinan bahwa anak yang diurus dengan baik adalah yang gemuk
Kita merasa malu kalau anak kita langsing karena kita takut dipandang ‘seperti orang susah.’ “Kita sering mengatakan, selagi masih kecil, biar saja anak gemuk. Kurusnya nanti kalau sudah besar. Padahal, kalau anak sudah gemuk, akan sulit membuatnya langsing, karena ia sudah terbiasa dengan (makanan) porsi besar,” ujar Diana. Bagi kita, anak hebat kalau dia berhasil makan banyak. Di restoran, kita sering memesan beberapa menu agar tampak hebat di mata orang di meja sebelah dengan menyediakan banyak menu. “Kalau tidak habis dibawa pulang, tapi di rumah juga tidak dimakan, kan?” kata Diana sembari tertawa.
#3 Lapar mata
Perilaku ini dibentuk sejak kecil. Di sekolah, di tempat kerja, di arisan, anak sulit makan selalu menjadi topik obrolan. Para ibu berbagi pengalaman tentang cara mereka mengatasi anak sulit makan. Tak sedikit yang menggunakan cara pengalihan. Sambil disuapi, boleh apa saja—nonton film, diajak berkeliling dengan mobil, atau sambil main di taman— apa saja, yang penting makannya habis.
“Anak tidak diajarkan untuk duduk, melihat apa yang dimakan, dan berapa banyaknya. Dengan pengalihan, anak tidak sadar apa yang dimakan dan seberapa banyaknya. Akibatnya, ia tidak bisa mengukur antara kebutuhan perutnya dan banyaknya makanan yang harus dia sediakan,” jelas Diana.
Kita sering merasa kecewa ketika makanan yang kita pesan ternyata porsinya kecil. “Harga segitu, kok, porsinya kecil?” Kita pun terdorong untuk memesan lagi, padahal porsi kecil itu sebenarnya pas untuk ukuran perut kita.
[Temukan perbedaan antara lapar dan emotional eating di sini]