Banyak orang menganggap, kreatif adalah bakat yang hanya dimiliki segelintir orang yang berotak encer. Atau, mereka menganggap diri tidak kreatif karena tidak mampu menciptakan karya-karya besar yang bisa membuat orang terpana.
Anggapan ini keliru. Karena, menurut Monty Satyadarma, psikolog dari Universitas Tarumanagara, Jakarta, pada dasarnya semua orang dianugerahi kreativitas. Kita semua diberi kemampuan untuk menciptakan dan menemukan hal-hal baru. Hanya, cara dan tingkatannya berbeda-beda.
Kreatif atau tidaknya seseorang juga tergantung pada bagaimana lingkungan mendukungnya, dan seberapa jauh ia mau mengasahnya. Meskipun otak kita jenius seperti Albert Einstein, kalau tidak pernah dioptimalkan, hasilnya juga 'biasa-biasa saja'.
Sementara orang yang punya IQ rata-rata namun diberdayakan secara maksimal dan didukung oleh lingkungannya, ia akan mampu menciptakan sesuatu yang besar, bahkan terobosan baru. “Antara nature dan nurture memang saling menguatkan,” jelas Monty.
Ketika masih anak-anak, mungkin dunia kita dipenuhi dengan kegembiraan karena kita bisa bebas merdeka untuk melakukan apa pun. Namun sejalan dengan perkembangan usia, di saat tugas belajar semakin berat dan tanggung jawab serta aturan semakin banyak, hidup kita menjadi sangat serius dan cenderung monoton. Ruang gerak kita untuk bereksplorasi pun menjadi makin terbatas.
Padahal, berapa pun usia, kita bisa jadi kreatif. Caranya bisa seperti ini:
1. Berani keluar batas
“Justru di saat semua serba terbatas orang seharusnya menjadi lebih kreatif,” kata Monty. Salah satu batasan yang memagari kreativitas kita adalah logika. Selama ini kita dididik untuk selalu mengedepankan logika dalam segala hal. Setiap langkah harus dipertimbangkan secara matematis dan logis agar berhasil. Akhirnya, perilaku kita pun menjadi mekanistis dan lama-lama kehilangan esensinya, yaitu kepekaan nurani dan kebebasan berkreativitas.
Padahal berpikir kreatif memang tidak selalu sejalan dengan logika. Karena itu, butuh cara berpikir lain yang oleh Edward de Bono, psikolog dan fisiolog dari University of Oxford, yang banyak menulis buku tentang kreativitas, disebut sebagai ‘berpikir lateral’.
Melalui pola berpikir seperti ini, kita diajak untuk berpikir di luar kebiasaan (sering disebut thinking out of the box). Kita belajar untuk melepaskan keterkaitan logika dan semua batasan yang ada. Dengan begitu, kita akan leluasa mencari ide-ide baru, cara berbeda untuk memperoleh solusi, atau menciptakan inovasi.
2. Tidak menciptakan ketakutan tersendiri
Terkadang keengganan untuk menciptakan hal baru disebabkan oleh ketakutan kita sendiri. “Orang memilih bermain di zona aman karena takut gagal atau ditolak orang lain,” kata Monty.
Itulah salah satu konsekuensi yang harus diambil jika kita melakukan sesuatu yang berbeda dan di luar kebiasaan. Karenanya untuk berpikir kreatif memang diperlukan ketangguhan dan keberanian mengambil risiko. Tidak selamanya kita mau didikte orang.
3. Pantang menyerah
Kalaupun ide kita gagal atau ditolak, tidak berarti kita berhenti berkarya. Sebaliknya, kita justru terpacu untuk terus mencoba. “Namun, jika belum terbiasa, lakukan sesuatu yang kecil terlebih dahulu, supaya kalau gagal tidak menyebabkan Anda frustrasi,” Monty menyarankan.