Usia David Foster sudah 66 tahun, tapi produser musik yang juga pencipta lagu legendaris itu masih tampak menawan. Pada 6 Maret 2016 lalu ketika mendapatkan kesempatan mewawancarai David Foster, saya menanyakan beberapa hal kepadanya; dari karier, kecintaan pada Indonesia, hingga bisnis musik di era digital. Canda yang sering ia lontarkan mencairkan suasana sehingga berlangsung santai dan menyenangkan. Enam belas penghargaan Grammy Awards sudah dalam genggamannya. Apa lagi yang masih ingin dicapai oleh seorang David Foster di dunia musik?
Anda sangat sering ke Indonesia. Sebenarnya, apa yang menarik di sini bagi Anda?
Jawabannya sangat mudah. Orang Indonesia sangat mencintai musik. Tidak ada negara lain yang mencintai musik saya seperti di Indonesia. Semalam di konser saya, saya membawakan beberapa lagu yang saya tulis dan mereka bisa menyanyikannya, setiap kata! Orang Indonesia itu suka menyanyi. Jadi saya betul-betul senang datang ke sini. Saya benar-benar mencintai negara ini. Saya sudah datang ke Indonesia sejak tahun 1986.
Menurut Anda, apa yang membuat musik Indonesia sulit menembus pasar internasional?
Kemarin saya bilang di konferensi pers bahwa sebenarnya tidak ada lagi batasan dalam musik. Tak jadi masalah kalau Anda adalah orang Indonesia, Malaysia, India, atau Afrika, atau dari mana pun Anda. Sekarang dunia terasa kecil sehingga semua orang bisa berhasil, asalkan mau berusaha dan menunjukkan keunikan Anda. Menurut saya, Indonesia punya bintang internasional, yang saat ini namanya Joey Alexander. Joey punya sesuatu yang unik, dan dunia menyukainya. Anak itu akan menjadi bintang besar di dunia jazz atau pop jika ia memutuskan untuk pindah aliran.
Industri musik digital akhirnya membuat dunia makin kecil?
Ya, tentu saja. Bayangkan negara lain seperti negara-negara di Afrika. Kini mereka tak perlu lagi bepergian melintasi jalur darat untuk melakukan perjalanan. Mereka pergi dari desanya dan mengakses dunia lewat internet, kan? Dengan internet mereka melewati semua yang dibangun oleh negara lain selama ratusan tahun. Itu sangat menakjubkan karena kini seluruh dunia punya akses ke seluruh dunia!
Banyak ajang pencarian bakat, seperti “American Idol”, “X Factor”, dan “The Voice”. Apakah Anda pernah merasa khawatir tidak menemukan bakat baru lagi?
Karena begitu banyak acara, kesannya memang bakat-bakat menjadi berkurang. Tapi sebenarnya tidak, mereka justru mencetak sedikit sekali bintang baru. Peserta acara ini kebanyakan masih berusia 18 atau 19 tahun, dan ketika diwawancara mereka bilang, “Jika saya tidak berhasil disini, saya tidak tahu harus berbuat apa lagi. Saya telah mencoba segalanya.”
Yang benar saja, mereka masih 19 tahun! Bahkan, Anda belum memulai. Apakah Anda tahu seperti apa rasanya mencoba hingga benar-benar berhasil di bisnis ini? Ini tidak sekadar melangkah dari kamar tidur ke acara TV dan berharap menjadi bintang. Itulah mengapa ajang seperti itu tidak mencetak bintang; karena anak-anak itu tidak berusaha, kan? Sebenarnya banyak calon bintang di luar sana, tapi Anda tidak bisa semudah itu melangkah dari kamar tidur menuju acara TV, lalu berharap menjadi bintang.”
Anda banyak memproduseri penyanyi baru. Bagaimana cara Anda mengenali star factor dalam diri seorang pendatang baru?
Saya mengandalkan ‘radar’ personal saja, tapi itu tidak berarti saya selalu benar. Saya melakukan banyak kesalahan, tapi juga banyak melakukan hal yang tepat. Yang terpenting adalah bersikap tegas dengan apa yang Anda yakini. Saat ini saya sedang bekerja dengan seorang penyanyi bernama Brenna Whitaker. Dia belum menjadi bintang, tapi saya yakin 100% itu akan terwujud. Ada juga grup Thirdstory yang akan menjadi hit. Mereka akan muncul sebentar lagi dan saya pikir mereka akan menjadi bintang besar.
Apa pertimbangan Anda ketika memutuskan untuk memproduseri seorang penyanyi?
Waktu saya lebih muda dan ingin mencoba segalanya, saya menjawab banyak permintaan dengan jawaban ya. Semakin bertambah tua, saya menyadari tentu saja ada kondisi tertentu dimana saya hanya menjadi sebuah nama dalam daftar. Saya terbayang, ada orang yang berkata, “Dia tidak bersedia, dia tidak bersedia, Hei bagaimana kalau David Foster saja?”
Saya tidak ingin bersama orang-orang itu. Saya hanya ingin menjalaninya jika saya pikir bisa menolong. Contohnya pada “The Voice” Amerika tahun ini. Anak yang menjuarai kontes ini, namanya Jordan Smith. Ia ingin saya memproduserinya dan saya setuju. Saya menyukai musiknya, dan rasanya saya bisa melakukan sesuatu yang baik. Tapi jika Ariana Grande meminta saya memproduserinya, meski saya menyukainya, atau Gwen Stefani, saya mungkin tidak akan melakukannya karena sepertinya saya tidak dapat membantu mereka.
Anda sudah bekerja bersama beberapa penyanyi Asia, seperti Charice dan Yuna. pendapat Anda tentang pendatang baru dari Asia? Punya rencana untuk kerja sama dengan penyanyi Asia lain dalam waktu dekat?
Seperti yang saya katakan, saya terbuka dengan apapun karena saya pikir tidak ada batasan lagi. Yuna baru saja menjadi salah satu favorit saya. Suaranya sangat indah dan dia bernyanyi dengan sangat menakjubkan. Album barunya akan keluar, dan kami menulis lagu bersama dalam album itu. Ia juga telah berduet dengan Usher yang menurut saya sangat luar biasa. Sekarang Yuna mulai membuat jalannya. Saya merasa itu tanggung jawab saya untuk membuatnya menjadi bintang. Saya menjalankan pekerjaan saya dengan sangat serius. Kami bekerja sangat keras agar seluruh dunia tahu tentang Yuna karena kami semua mencintainya.
Dan Charice, Anda tahu manager saya, Marc Johnston. Ia menangani Charice selama bertahun-tahun. Kami jatuh hati padanya saat ia berusia 12, 13, juga 14 tahun. Bukan rahasia kalau Charice menjalani masalah pribadi dan saya harap ia dapat melewatinya karena ia memiliki bakat yang luar biasa.
Anda telah memenangkan 16 Grammy. Mimpi apa lagi yang ingin dicapai?
Saya tengah mengerjakan beberapa musik Broadway. Saya sedang mengerjakan pertunjukkan musikal Betty Boop. Saya bekerja dengan sutradara bernama Jerry Mitchell yang memenangkan Tony tahun lalu untuk “Kinky Boots”. Ia sangat mengagumkan dan kami punya tim ansambel yang hebat. Jadi, jika Anda bertanya tentang harapan dan tujuan saya ke depannya, saya ingin memenangkan Tony Awards.
Foto: Peter Mormor | Baca juga Kembali Bertemu Daniel Henney di sini.