"Mengajar tidak harus di institusi akademis, tetapi bisa di mana saja,” ujar Dewi Julia Pramitarini Makes (50). Wanita yang meraih gelar S2-nya di Université René Decartes, Sorbonne-Paris dan mengajar di Program Studi Prancis Fakultas Ilmu Budaya UniversitasIndonesia ini mengaku ingin tetap berfokus pada pendidikan yang ia salurkan lewat unit usaha yang ditekuninya sejak tahun 2009. Ibu empat anak ini adalah sosok di balik nama Plataran Indonesia, suatu group yang menaungi berbagai resor & hotel, phinisi & yacht, spa, restoran, serta berbagai kegiatan pariwisata lain dengan basis di beberapa tempat eksotis di Indonesia. Plataran Indonesia tersebar di Jakarta, Puncak, Magelang, Bromo, Bali, Nusa Tenggara Timur, serta Sumba.
Alasan Anda memilih bisnis hospitality?
Sebenarnya ini berawal dari hobi saya dan suami berburu barang antik ke berbagai penjuru Indonesia, serta kecintaan saya pada dunia seni dan arsitektur. Kami mengoleksi mulai dari rumah joglo kuno berusia ratusan tahun, pintu dan jendela ukir, gelondongan kayu jati tua, dan sebagainya. Daripada jatuh ke tangan orang asing dan di bawa keluar negeri, lebih baik kami beli, selamatkan, dan lestarikan. Awalnya sebagian besar hanya kami simpan di tempat khusus penyimpanan persona barang-barang kuno, sampai akhirnya kami punya ide untuk menjadikannya sebagai bagian dari art work, eksterior, dan pernak-pernik interior dari bangunan restoran, hotel, dan resor yang kami bangun.
Ada misi tertentu?
Melalui usaha hospitality ini, selain saya bisa menyalurkan passion saya, juga sesuai dengan visi misi Plataran Indonesia, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, dan menjaga serta melestarikan alam dan kebudayaan Indonesia. Di beberapa resor, kami memberdayakan petani sekitar dengan cara memberi mereka bibit padi yang baik dan hasil panennya kami beli untuk kebutuhan makanan para tamu kami. Selain dapat memberikan tambahan penghasilan, kami juga dapat ikut mendidik masyarakat setempat untuk bertani yang ramah lingkungan dan menjaga kebersihan lingkungan mereka. Kami juga mengadakan cooking class kuliner Indonesia. Sebelum mulai memasak, tamu kami ajak untuk berbelanja di pasar tradisional dan memilih bumbu serta bahan masakan. Mereka, khususnya tamu-tamu asing, sangat menikmati experience ini, dan pada saat yang bersaamaan kami juga ikut memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.
Jadi Anda tetap tidak meninggalkan duniapendidikan?
Tidak. Bagi saya, mengajar dan mendidik lebih sebagai passion. Bisa membagi ilmu dan membuat orang lain pintar dan sukses merupakan kenikmatan. Apalagi, pendidikan –terutama bagi anak-anak tak mampu- sudah menjadi fokus perhatian keluarga kami sejak lama. Sejak anak-anak saya masih kecil, kami sering mengajak mereka ke panti asuhan dan penjara anak-anak. Kami ingin mereka tetap menginjak bumi dan memiliki kepedulian untuk giving dan caring kepada sesama melalui berbagai cara. Juga agar mereka senantiasa mensyukuri hidup.
Sejak 2009, Dewi bergabung dengan Wahana Visi Indonesia (WVI), sebuah organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang kemanusiaan yang terfokus pada anak-anak. Wanita yang hingga kini masih melakukan tirakat puasa Senin-Kamis –tradisi Jawa yang rutin dilakukan ibundanya— ini aktif menggalang beasiswa bagi anak-anak tak mampu, khususnya di daerah-daerah terpencil. Sebagai Hope Ambassador WVI, Dewi yang hingga saat ini telah memberibeasiswa bagi 600 anak ini, selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi anak-anak tersebut, antara lain di Singkawang, Sikka, Halmahera Utara, Timor Timur Selatan, dan sebagainya.
Anda terjun langsung ke desa-desa tersebut?
Itu bagian dari tugas saya sebagai duta WVI, dan saya memang menyukainya. Kadangkadang saya harus basahbasahan menyeberangi sungai untuk bisa sampai ke desa tempat mereka tinggal. Saat melakukan visit, saya juga tidur di rumah penduduk selama beberapa hari, beralaskan tikar. Saya ingin hidup saya bermakna dan dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Foto: Bobo Firmansyah
Pengarah gaya: Erin Metasari
Alasan Anda memilih bisnis hospitality?
Sebenarnya ini berawal dari hobi saya dan suami berburu barang antik ke berbagai penjuru Indonesia, serta kecintaan saya pada dunia seni dan arsitektur. Kami mengoleksi mulai dari rumah joglo kuno berusia ratusan tahun, pintu dan jendela ukir, gelondongan kayu jati tua, dan sebagainya. Daripada jatuh ke tangan orang asing dan di bawa keluar negeri, lebih baik kami beli, selamatkan, dan lestarikan. Awalnya sebagian besar hanya kami simpan di tempat khusus penyimpanan persona barang-barang kuno, sampai akhirnya kami punya ide untuk menjadikannya sebagai bagian dari art work, eksterior, dan pernak-pernik interior dari bangunan restoran, hotel, dan resor yang kami bangun.
Ada misi tertentu?
Melalui usaha hospitality ini, selain saya bisa menyalurkan passion saya, juga sesuai dengan visi misi Plataran Indonesia, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, dan menjaga serta melestarikan alam dan kebudayaan Indonesia. Di beberapa resor, kami memberdayakan petani sekitar dengan cara memberi mereka bibit padi yang baik dan hasil panennya kami beli untuk kebutuhan makanan para tamu kami. Selain dapat memberikan tambahan penghasilan, kami juga dapat ikut mendidik masyarakat setempat untuk bertani yang ramah lingkungan dan menjaga kebersihan lingkungan mereka. Kami juga mengadakan cooking class kuliner Indonesia. Sebelum mulai memasak, tamu kami ajak untuk berbelanja di pasar tradisional dan memilih bumbu serta bahan masakan. Mereka, khususnya tamu-tamu asing, sangat menikmati experience ini, dan pada saat yang bersaamaan kami juga ikut memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.
Jadi Anda tetap tidak meninggalkan duniapendidikan?
Tidak. Bagi saya, mengajar dan mendidik lebih sebagai passion. Bisa membagi ilmu dan membuat orang lain pintar dan sukses merupakan kenikmatan. Apalagi, pendidikan –terutama bagi anak-anak tak mampu- sudah menjadi fokus perhatian keluarga kami sejak lama. Sejak anak-anak saya masih kecil, kami sering mengajak mereka ke panti asuhan dan penjara anak-anak. Kami ingin mereka tetap menginjak bumi dan memiliki kepedulian untuk giving dan caring kepada sesama melalui berbagai cara. Juga agar mereka senantiasa mensyukuri hidup.
Sejak 2009, Dewi bergabung dengan Wahana Visi Indonesia (WVI), sebuah organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang kemanusiaan yang terfokus pada anak-anak. Wanita yang hingga kini masih melakukan tirakat puasa Senin-Kamis –tradisi Jawa yang rutin dilakukan ibundanya— ini aktif menggalang beasiswa bagi anak-anak tak mampu, khususnya di daerah-daerah terpencil. Sebagai Hope Ambassador WVI, Dewi yang hingga saat ini telah memberibeasiswa bagi 600 anak ini, selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi anak-anak tersebut, antara lain di Singkawang, Sikka, Halmahera Utara, Timor Timur Selatan, dan sebagainya.
Anda terjun langsung ke desa-desa tersebut?
Itu bagian dari tugas saya sebagai duta WVI, dan saya memang menyukainya. Kadangkadang saya harus basahbasahan menyeberangi sungai untuk bisa sampai ke desa tempat mereka tinggal. Saat melakukan visit, saya juga tidur di rumah penduduk selama beberapa hari, beralaskan tikar. Saya ingin hidup saya bermakna dan dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Foto: Bobo Firmansyah
Pengarah gaya: Erin Metasari