Beberapa data dan hasil survei menunjukkan bahwa masalah gaji istri lebih besar bukan fenomena yang cuma terjadi di masyarakat Timur.
Timbulnya konflik dalam rumah tangga akibat penghasilan istri lebih besar ternyata tidak hanya terjadi di negara-negara Timur yang dianggap lebih patriarkis. Di negara-negara Barat yang modern dan cenderung sekuler pun konflik akibat masalah ini sering terjadi.
Jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga riset LV di Inggris belum lama ini terhadap pria dan wanita berusia 25-59 tahun mengungkapkan, 40% wanita Inggris memiliki penghasilan lebih tinggi daripada suami mereka. Mereka dilansir meraih penghasilan 14.000 poundsterling (per tahun) lebih banyak dibandingkan suami mereka. Namun mereka mengakui bahwa kondisi itu rawan menimbulkan konflik dengan suami.
Karena itu, untuk menjaga harga diri suami dan mencegah timbulnya konflik, tujuh dari 10 orang memilih untuk menutupi kondisi tersebut dari orang luar, termasuk dari orang tua dan para sahabat mereka. Para wanita itu lebih suka berbohong kepada dunia luar dengan mengatakan bahwa gaji suami mereka lebih besar dari mereka.
Penelitian yang dilakukan Olin Business School, Washington University in St. Louis, menemukan fakta bahwa pria yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi juga cenderung memiliki masalah di tempat tidur. Peluang mereka mengalami disfungsi seksual (impotensi) lebih besar dibandingkan pria yang gajinya lebih tinggi daripada istri. Sementara para istri yang penghasilannya lebih tinggi cenderung menderita insomnia dan kegelisahan.
Begitu pula yang terjadi di Amerika Serikat. Data dari American Community Survey tahun 2008-2011 mengungkapkan, di 27% rumah tangga di AS (usia 18-65 tahun), istrilah yang berpenghasilan lebih tinggi daripada suami. Sedangkan menurut Mona Chalabi, Data Expert dari FiveThirtyEight.com, jumlah itu pada tahun 2015 meningkat jadi 38%.
Sedangkan di kalangan warga AS usia 25-39 tahun, angka perceraian meningkat hingga 51%, dengan fakta bahwa para istri berpenghasilan lebih tinggi daripada suami mereka. Dan data US National Survey of Families and Household menyebutkan, terjadi penurunan jumlah pasangan yang mengaku ‘sangat bahagia’ dalam perkawinan mereka setelah penghasilan sang istri menyalip sang suami.
Meski demikian, menurut Dewi Dewo, konsultan pernikahan, tak semua perkawinan dengan istri yang berpenghasilan lebih tinggi pasti akan berakhir dengan konflik. Banyak suami-istri yang bisa menerima kondisi itu asyik-asyik saja, sejauh mereka tidak hidup kekurangan. Karena, pasti ada kelebihan-kelebihan lain dari pasangan kita yang nilainya lebih dari sekadar materi.