Bagi Brenda, sang ayah, Ferry Salim, bisa menjadi teman hang out dan asyik diajak bicara soal fashion. Seru banget!
Memiliki ayah yang punya pengalaman di bidang fashion design dan ibu lulusan cosmetology dari Seattle, AS, membuat Brenda Nabilla Salim,18, tertarik pada dunia fashion dan kecantikan. Ketimbang ibunya, sang ayah justru lebih sering menemani Brenda melakukan berbagai aktivitas di dunia fashion.
“Papa suka nemenin nonton fashion show dan belanja bareng. Aku dan Papa punya koleksi. Nggak sama, tapi nyarinya bareng,” ungkap Brenda. “Papa sama aku sifatnya sama, jadi suka curhat. Terus suka diskusi, misalnya aku ada klien makeup, Papa suka kasih masukan bagaimana supaya deal-nya enak,” kata Brenda, yang kini sudah jadi makeup artist.
Dalam hal berpakaian, Ferry tak ketat mengatur Brenda, hanya menegur bila terlalu seksi. Ferry juga sering memberi saran ketika Brenda hendak menghadiri acara tertentu agar busananya disesuaikan dengan tema acara. “Masa mau ke acara ulang tahun nenek temannya pakai baju yang terlalu terbuka,” jelas Ferry. Ia senang memiliki satu anak perempuan di antara kedua anak laki-laki yang hanya bisa diajak main bola dan aktivitas pria lainnya. Dengan Brenda, kecintaan Ferry terhadap fashion bisa tetap tersalurkan.
Menurut Brenda, ayahnya memberlakukan disiplin yang sama kepada semua anak. “Tapi treatment-nya beda. Kalau anak laki-laki, bisa saya bentak. Kalau anak perempuan lebih sensitif, jadi pendekatannya beda,” ujar Ferry. “Tapi Papa kalau marah kayak naga, suka teriak Brendaaaa !!” sela Brenda diiringi senyum usil sambil melirik ayahnya.
Keusilan Brenda itu justru membuat Ferry sering kangen. “Brenda itu lucu. Kangen aja dengan pertanyaan-pertanyaan dia yang lucu. Naifnya dia, kritisnya dia, bikin kangen kalau nggak ada. Sepi.”
Ferry mengaku dirinya termasuk ayah yang care dan mudah khawatir. Tak heran kalau Ferry rela mengantar-jemput Brenda jika ingin clubbing. Setelah mengantar, ia biasanya pulang dulu ke rumah, pasang alarm di ponsel, tidur, lalu bangun pukul 3 pagi untuk menjemput Brenda. “Kalau Brenda bilang belum selesai, saya ngopi dulu sambil nonton TV, baru jemput dia. Tapi kadang saya juga ikut clubbing. Teman-teman Brenda saya kenal semua, jadi mereka hanya tertawa melihat tingkah saya,” cerita Ferry.
Ferry menambahkan, di keluarga mereka, Brandon, kakak Brenda, justru lebih dekat dengan sang ibu, Merry. “Brandon suka menemani ibunya belanja grocery, lalu masak di dapur. Brandon sangat menjaga makanannya sehingga suka masak sendiri,” kata Ferry. Keluarga ini juga memiliki grup di aplikasi WhatsApp dan setiap hari saling melaporkan kegiatan masing-masing. Seminggu sekali, ketiga anak Ferry diizinkan menginap di kamarnya untuk merasakan bonding. “Paginya, saya buatkan breakfast buat mereka. Saya jago bikin menu apa pun dari telur,” ujar Ferry bangga.
Untuk urusan media sosial, Ferry dan anakanaknya saling tahu akun masing-masing, bahkan saling follow. Ferry sengaja menjadi silent reader—tidak pernah memberi komentar di akun anak-anaknya dan hanya menggunakan media sosial untuk memantau pergaulan anak-anak di dunia maya. Aplikasi apa pun yang dimiliki anak-anaknya, akan ia download. “Kita harus mengikuti apa yang berkembang, harus nyemplung ke sana. Saya tidak peduli dibilang bapak narsis,” Ferry menegaskan.
Bagi Ferry, keluarga kecil yang dimilikinya saat ini adalah keluarga yang diimpikannya. “Cita-cita saya sejak muda ingin menjadi family man karena saya senang melihat keluarga yang hangat.” Kini, ia sedang fokus mempersiapkan Brenda yang akan masuk perguruan tinggi dan membicarakan masa depan. “Sebagai ayah, tentu saya memiliki keinginan tersendiri anak saya akan menjadi apa. Tapi itu tidak saya ungkapkan. Semua anak saya beri kebebasan untuk menjadi apa pun dan saya akan mendukung secara finansial dan memberi saran-saran yang dibutuhkan.”
[Baca juga kisah Bimbim Slank dan putrinya di sini]
Foto: Previan F. Pangalila
Pengarah gaya: Dian Prima