Suatu hari saya kedatangan tamu, seorang pengusaha tahu dari Serang. Ia adalah tukang tahu pertama dari pengusaha tahu pertama di Indonesia. Sekarang ini ia memiliki usaha tahu sendiri dengan kapasitas 3-5 ton tahu per hari, dan dalam paguyubannya tergabung 30 pengusaha tahu.
Tamu saya ini membawa oleh-oleh sekeranjang penuh tahu dan menceritakan tentang penangkapan para tukang tahu oleh aparat karena menggunakan formalin. Ia bertanya kepada saya, apakah saya bisa membantu mengatasi masalah ini karena saya mengelola Lembaga Riset swasta serta beberapa divisi yang berkaitan dengan keamanan pangan. Sore itu saya merasa “diketuk” dan disadarkan. Pencapaian di bidang akademis, jabatan, networking dan begitu banyak buku yang saya baca, tidak ada gunanya jika tidak dapat membantu tukang tahu dan masalah pangan lainnya di negeri ini.
Selama 30 tahun masalah formalin belum bisa teratasi. Setiap tahun selalu ada berita tentang penangkapan tukang tahu karena kedapatan menggunakan formalin dalam proses pembuatan tahunya. Keuntungan yang didapat dari berdagang tahu selama setahun habis untuk menyelesaikan masalah pembebasan diri mereka dari tahanan. Belum lagi kerugian karena tempat usahanya ditutup dan terpaksa memPHK para pegawai. Dan yang tak kalah penting, adalah masyarakat penggemar tahu juga harus menanggung penyakit akibat akumulasi formalin dalam tubuhnya.
Dalam prakteknya, pengusaha tahu menggunakan formalin dalam 2 tahap pembuatan tahu. Pertama pada proses mengentalkan susu kedelai yang kelak akan dijadikan tahu, dan yang kedua pada proses perendaman tahu sebelum dijual ke pasar. Berdasarkan percobaan di Mbrio R&D laboratory, tanpa formalin tahu akan membusuk dalam 8 jam. Jadi, jika tahu selesai diproduksi pada jam 3 sore, maka pada pukul 23.00 tahu sudah mulai membusuk sehingga tidak bisa dibawa ke pasar pada pagi harinya. Akibatnya tahu akan terbuang. Agar tahu dapat bertahan dibawa ke pasar dan diterima konsumen dalam kondisi baik, maka pedagang tahu menggunakan formalin dalam cairan perendam tahu. Di sisi lain, konsumen menyukai tahu yang menggembung, empuk, dan kenyal. Tanpa formalin sulit diperoleh tahu dengan tampilan ‘cantik’ seperti itu, karena tahu akan hancur dan busuk dalam sekejap.
Peristiwa penangkapan tukang tahu itu sebenarnya bukti bahwa negara berusaha melindungi masyarakat dari bahaya formalin. Peraturan dan pencegahan penggunaan formalin sudah dibuat,namun di pasaran tidak ada produk siap pakai yang dapat digunakan untuk menggantikan fungsi formalin. Sehingga ketika formalin dilarang, pengusaha tahu tidak memiliki alternatif lain. Sejak itu saya bertekad untuk membantu para pengusaha tahu agar terbebas dari masalah formalin.
Penulis: Wida Winarno, MBRIO R&D Laboratory www.mbriofood.com
Selanjutnya: Mengenal Pengawet Alami Tahu (PALATA)