Walau sepele, kesemutan di tangan bisa menjadi gejala Carpal Tunnel Syndrome. Jangan dibiarkan.
Hidup Sri Wahyuningsih yang akrab dipanggil Yayuk, 56, terusik sejak empat tahun lalu. Pekerjaannya sebagai staf HRD bagian payroll merangkap sekretaris di perusahaan pembiayaan sering terganggu. Rasa kesemutan timbul-hilang di kedua telapak tangannya. Namun setahun terakhir, kesemutan Yayuk bertambah parah. Padahal sudah setahun ini Yayuk lebih banyak di rumah.
“Dulu kesemutan itu datang dan pergi, tapi setahun ini terasa sepanjang hari selama 24 jam. Tidak hanya kesemutan, tapi juga terasa nyeri dan sensasi seperti kesetrum,” ungkap ibu tiga putri ini.
Karena kesemutan dan nyeri yang parah di malam hari, Yayuk kerap terbangun dari tidur. Saat memeriksakan diri ke dokter, Yayuk akhirnya tahu bahwa nama penyakit itu adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
Tak hanya Yayuk, Lies Setyarini, 53, juga mengalaminya. Penulis lepas ini sempat menduduki posisi pemimpin redaksi sebuah majalah ternama di Jakarta. Sejak tahun 1998, Lies merasakan kesemutan di jarinya. Kesemutan itu didiamkan hingga Lies mengambil kuliah S-2 pada tahun 2000. Sebagai mahasiswa, ia harus mencatat dengan pensil dan kertas.
“Saat kuliah, materi kuliah saya rekam, lalu saya ketik di rumah. Pasti nggak terkejar kalau saya tulis dengan tangan,” ungkap Lies. Ia merasa kepayahan karena nyeri, terlebih saat ujian. Puncaknya adalah ketika ibu jarinya tidak berfungsi. Barang-barang yang digenggamnya terjatuh.
Gejala ini akrab dengan wanita, karena sebagian besar penderitanya adalah wanita. “Carpal Tunnel Syndrome biasanya dialami usia 40 tahun ke atas. Jumlah penderita wanita tiga kali lipat dari pria,” ujar Dr. Agung P. Sutiyoso, Sp.OT (K) MARS, MM, FICS, spesialis bedah ortopedi yang juga Konsultan Hand Surgery di RS Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Nama Carpal Tunnel Syndrome berasal dari tulang karpal yang berada di sekitar pergelangan tangan. Bayangkan karpal sebagai terowongan. Tulang karpal ditutup oleh selubung jaringan ikat bernama transverse carpal ligament. Di dalam terowongan itu ada banyak kabel yang berseliweran.
Kabel-kabel itu adalah sembilan otot tendon yang disebuat tendon fleksor (flexor tendons) dan sebuah saraf medianus yang berfungsi sebagai saraf sensorik yang merasakan sensasi sakit, dingin, atau panas yang mengirimkan sinyal ke otak sebagai saraf pusat. Saraf medianus juga berfungsi sebagai saraf motorik. Saat otak berpikir untuk mengambil benda, saraf-saraf tepi di sekujur tubuh akan menyambungkan perintah ke saraf medianus yang berlokasi di tangan untuk menggerakkan otot.
CTS terjadi karena adanya tekanan pada saraf medianus. Tekanan itu bisa muncul karena mengecilnya terowongan karpal baik dari dalam \maupun dari luar. Dari luar bisa karena gerakan tangan yang membengkok ke bawah (fleksi). Salah satu gerakan fleksi adalah mengetik di komputer. Tak hanya pekerja kantoran, CTS juga bisa dialami oleh ibu rumah tangga.
“Gerakan memeras kain, menjahit, mengulek, dan menyapu juga bisa memicu CTS,” ujar Dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S yang berpraktik di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta Barat. Pada awalnya, gejala bersifat ringan dan muncul kadang-kadang saja, namun bila tidak diobati maka gejala bisa menetap dan bertambah berat.
Terhimpitnya saraf medianus bisa disebabkan oleh cedera tulang karena kecelakaan dan peradangan di otot yang berakibat pada tekanan ke
saraf medianus. Beberapa penyakit yang diwaspadai sebagai biang keladi CTS adalah diabetes, rheumatoid arthritis, dan hipotiroid. “Diabetes merusak saraf, sedangkan rheumatoid arthritis menyebabkan pembengkakan di otot tendon,” kata Agung.
Ketidakseimbangan hormon estrogen ketika hamil juga bisa menyebabkan pembengkakan pada seluruh tubuh, seperti kaki dan tangan. Yang
membengkak sesungguhnya adalah otot-ototnya, sehingga ketika terjadi di tangan maka saraf medianus akan ikut tertekan. “Pada wanita hamil tidak perlu diobati karena akan sembuh dengan sendirinya,” ungkap Eka.