
Sebelum memutuskan keluar dari karier saat ini, pertanyaan penting yang harus dijawab adalah: "apakah passion Anda?" Passion di sini diartikan sebagai sesuatu hal yang paling kita sukai, paling kita nikmati. Bukan sekadar mampu mengerjakannya, tetapi kita melakukannya dengan cinta. Ini pula yang menjadi salah satu kunci utama jika kita ingin mengalami encore career atau karier kedua.
"Ketika pekerjaan dilakukan dengan passion, hasilnya pun akan jauh lebih memuaskan. Karena itu merumuskan passion merupakan langkah penting," kata Ainy Fauziah, seorang leadership coach dan motivator. "Inilah saat yang paling tepat melakukan refleksi, introspeksi diri, dan bertanya, apa sebenarnya yang paling ingin saya lakukan dan bisa saya lakukan the best."
Kalau sulit melakukannya, Anda bisa mengingat kembali impian masa kecil Anda. Mungkin dulu Anda ingin menjadi penulis buku, karena hobi curhat ke buku harian. Tetapi karena desakan orang tua, Anda harus memilih pekerjaan lain yang dianggap lebih menjamin masa depan. "Dulu saya memilih menjadi karyawan BUMN antara lain karena ingin membahagiakan ornag tua," ujar Ainy yang kemudian memutuskan mengundurkan diri dari BUMN demi mewujudkan cita-citanya bekerja di NGO internasional. "Sejak dulu saya senang belajar hal baru, menjalin kerja sama dengan banyak orang yang berbeda, dan membantu sesama," tutur wanita yang sempat menjabat sebagai Project Manager di World Bank ini.
Kenali potensi diri
Dalam mengakaji pilihan karier kedua, kita perlu memetakan dulu dengan potensi yang kita miliki. Untuk itu, menurut situs reinventyourcareer.com.au, sebaiknya kita melakukan analisa SWOT, yaitu:
1. Strength
Inventarisasi kembali kekuatan yang kita miliki; pengalaman, skills, dan kompetensi mana saja yang 'laku' dijual di pasar kerja. Anda juga bisa mengevaluasi kembali bakat, minat, dan potensi diri melalui beberapa tes kepribadian seperti DISC Personal Assessment atau MBTI (Myers-Briggs Type Indicator).
2. Weakness
Keterampilan atau sertifikasi apa saja yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang kita inginkan. Di area mana kita masih membutuhkan pelatihan tambahan.
3. Opportunities
Di level mana kita bisa berperan atau berkontribusi, baik di tempat kerja saat ini atau di perusahaan lain yang kita inginkan.
4. Threats
Tantangan apa saja dan dari mana yang mungkin muncul ketika kita mengambil peran atau pilihan pekerjaan yang kita inginkan. Pastinya kita akan menemui tantangan. Ketika Ainy memutuskan keluar dari BUMN, misalnya, ia menemui tantangan yang berat. Pertama, dari pegawai tetap yang terjamin masa pensiunnya, ia harus beradaptasi dengan pekerjaan berbasis proyek (tanpa tunjangan kesehatan dan pensiun) -meski gaji bulanan yang didapat jauh lebih besar. Ia juga sempat diprotes oleh orang tua dan teman kerjanya yang menyangsikan masa depannya jika bekerja di NGO. Tantangan kedua dan yang terberat adalah karena ia ditugaskan untuk membangun shelter bagi para korban tsunami di Aceh, yang menuntutnya untuk meninggalkan suami dan kedua anaknya di Jakarta.
"Untuk berubah, kita memang perlu keberanian. Yang penting kita sudah mempertimbangkan untung-rugi dari setiap pilihan dan mengalkulasi risikonya dengan seksama. Pilihlah tempat yang paling bisa memaksimalkan potensi kita dan lebih memberikan kepuasan batin kita," saran penulis buku best seller 'Dahsyatnya Kemauan' ini. Kalau tidak berani melewati rute jalan yang berbeda, kita tidak akan menemukan karier kedua atau karier impian kita yang sebenarnya.
"Ketika pekerjaan dilakukan dengan passion, hasilnya pun akan jauh lebih memuaskan. Karena itu merumuskan passion merupakan langkah penting," kata Ainy Fauziah, seorang leadership coach dan motivator. "Inilah saat yang paling tepat melakukan refleksi, introspeksi diri, dan bertanya, apa sebenarnya yang paling ingin saya lakukan dan bisa saya lakukan the best."
Kalau sulit melakukannya, Anda bisa mengingat kembali impian masa kecil Anda. Mungkin dulu Anda ingin menjadi penulis buku, karena hobi curhat ke buku harian. Tetapi karena desakan orang tua, Anda harus memilih pekerjaan lain yang dianggap lebih menjamin masa depan. "Dulu saya memilih menjadi karyawan BUMN antara lain karena ingin membahagiakan ornag tua," ujar Ainy yang kemudian memutuskan mengundurkan diri dari BUMN demi mewujudkan cita-citanya bekerja di NGO internasional. "Sejak dulu saya senang belajar hal baru, menjalin kerja sama dengan banyak orang yang berbeda, dan membantu sesama," tutur wanita yang sempat menjabat sebagai Project Manager di World Bank ini.
Kenali potensi diri
Dalam mengakaji pilihan karier kedua, kita perlu memetakan dulu dengan potensi yang kita miliki. Untuk itu, menurut situs reinventyourcareer.com.au, sebaiknya kita melakukan analisa SWOT, yaitu:
1. Strength
Inventarisasi kembali kekuatan yang kita miliki; pengalaman, skills, dan kompetensi mana saja yang 'laku' dijual di pasar kerja. Anda juga bisa mengevaluasi kembali bakat, minat, dan potensi diri melalui beberapa tes kepribadian seperti DISC Personal Assessment atau MBTI (Myers-Briggs Type Indicator).
2. Weakness
Keterampilan atau sertifikasi apa saja yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang kita inginkan. Di area mana kita masih membutuhkan pelatihan tambahan.
3. Opportunities
Di level mana kita bisa berperan atau berkontribusi, baik di tempat kerja saat ini atau di perusahaan lain yang kita inginkan.
4. Threats
Tantangan apa saja dan dari mana yang mungkin muncul ketika kita mengambil peran atau pilihan pekerjaan yang kita inginkan. Pastinya kita akan menemui tantangan. Ketika Ainy memutuskan keluar dari BUMN, misalnya, ia menemui tantangan yang berat. Pertama, dari pegawai tetap yang terjamin masa pensiunnya, ia harus beradaptasi dengan pekerjaan berbasis proyek (tanpa tunjangan kesehatan dan pensiun) -meski gaji bulanan yang didapat jauh lebih besar. Ia juga sempat diprotes oleh orang tua dan teman kerjanya yang menyangsikan masa depannya jika bekerja di NGO. Tantangan kedua dan yang terberat adalah karena ia ditugaskan untuk membangun shelter bagi para korban tsunami di Aceh, yang menuntutnya untuk meninggalkan suami dan kedua anaknya di Jakarta.
"Untuk berubah, kita memang perlu keberanian. Yang penting kita sudah mempertimbangkan untung-rugi dari setiap pilihan dan mengalkulasi risikonya dengan seksama. Pilihlah tempat yang paling bisa memaksimalkan potensi kita dan lebih memberikan kepuasan batin kita," saran penulis buku best seller 'Dahsyatnya Kemauan' ini. Kalau tidak berani melewati rute jalan yang berbeda, kita tidak akan menemukan karier kedua atau karier impian kita yang sebenarnya.
Shinta Kusuma