Oliver Wendell Holmes, Sr., seorang penyair, penulis, dan pengajar asal Amerika Serikat, pernah berkata, “Where we love is home—home that our feet may leave, but not our hearts.” Karena itu, sering kali kita memandangi memorabilia dari sebuah perjalanan ketika sedang bersantai di rumah sendiri.
Memasuki kediaman Nurul Nonidha dan Rama Gunawan di Kayu Putih, Jakarta Timur, saya menyadari dinding yang jauh dari kesan telanjang. Poster, cermin, pajangan, wallpaper, dan frame foto menghiasi sebagian besar dinding. Yang terakhir mengambil tempat istimewa di rumah dengan luas bangunan 235 meter persegi ini.
Selain tergantung di dinding, beberapa frame foto ada di atas meja di ruang tengah, di sebelah televisi, hingga ruang kerja. Seolah mereka menjadi memorabilia kehidupan Noni, begitu nyonya rumah ini dipanggil, dan Rama. “Kami cukup sering jalan-jalan, sayang jika foto-fotonya hanya disimpan di laptop,” kata Noni.
Masih terekam dalam ingatan saya saat berkunjung ke rumah Noni waktu kami masih di sekolah dasar. Kala itu kamarnya juga dihiasi foto-foto perjalanan. “Masa, sih? Nggak ingat, ha ha,” kata Noni, ketika cerita nostalgia itu saya ungkapkan.
Hobi Noni dan Rama berkelana juga terwujud dalam hiasan-hiasan di sekeliling rumah. Kalau Noni melihat benda yang lucu dan ia suka, ia akan membelinya—walau kadang ia belum tahu pasti di mana akan meletakkannya. Satu hal yang pasti, harganya harus murah! Contohnya, lampion kecil warna-warni yang digantung di salah satu sudut ruangan. Noni membelinya ketika ia mengunjungi Paris bersama keluarganya tahun lalu.
Beberapa sangkar burung juga ikut menghiasi rumah ini. Awalnya, saya pikir ada burung sungguhan dalam sangkar itu, ternyata itu murni pemanis saja. “Sangkar burung kesannya romantis,” ujar Noni.