Museum Fatahillah menyimpan beberapa rahasia, salah satunya ruang etnografi. Dulu, ia digunakan untuk menyimpan catatan-catatan etnis. Tetapi kini, berbagai barang lain berdiam di sana. Sebagian tampak umum, namun sebagian lain bernilai. Salah satunya adalah lukisan karya Harijadi yang tidak selesai.
Pertengahan November lalu, saya hadir dalam pembukaan Jakarta Fashion and Food Expo 2015, sebuah acara yang diadakan Pemprov DKI Jakarta bersama Dekranasda DKI di kawasan Kota Tua Jakarta. Pembukaan berlangsung sejak petang di Museum Fatahillah, penyelenggara mengajak tamu undangan menikmati makan malam di ruang Etnografi. Hidangan khas betawi dalam bentuk prasmanan tersaji.
Saya melihat ada sayur besan dan pesmol gurame di antara deretan makanan di depan ruangan, menghadap langsung ke salah satu sisi lukisan. Di belakang mereka tampak orang-orang mengangkut peti-peti di pelabuhan. Saya kembali menengok deretan menu di depan saya. Ada selada mie dengan juhi, tumis tahu kuning dan tauge kedelai, serta ayam goreng betawi. Setelah mengisi piring, saya pun masuk ke dalam ruangan ‘misterius’ ini dan mendengar penjelasan Chef Adzan Budiman soal mural karya Harijadi Sumodidjojo di dindingnya.
Menggambarkan kehidupan Batavia tempo dulu, lukisan realis ini dibuat sekitar awal tahun 1970-an atas prakarsa gubernur Jakarta kala itu, Ali Sadikin. Ada suasana pengangkutan barang di pelabuhan, ada juga suasana pesta rakyat. Keragaman etnis yang kerap kita dengar lewat cerita-cerita sejarah pun tergambar di sana, yang tak cuma terlihat dari ciri-ciri fisik ‘para tokoh’ di dalamnya, tapi juga busana dan bahasa tubuh mereka.
Sebagian besar lukisan tergambar sempurna lengkap dengan warna-warninya, tapi lukisan di sisi atas hanya berupa goresan kecoklatan, sketsa yang belum rampung diberi bentuk tegas. Dari informasi yang dituturkan Chef Adzan Budiman, lukisan ini memang belum selesai dikerjakan. Katanya, dinding yang lembab karena bangunannya yang dekat dengan daerah pelabuhan membuat cat tak bisa menempel maksimal.
Ajakan untuk mengunjungi museum juga salah satu pesan yang berupaya disampaikan oleh JFFE, tentunya agar semakin mengenal sejarah Jakarta. Sebelum resmi dibuka di petang hari, ada hiburan musik dari Andien, Marcell, Budi Doremi, Wizzy, Bayu Rissa dan Kraton di halaman depan Museum Keramik dan Seni Rupa yang terbuka untuk umum. JFFE juga menghadirkan presentasi busana dari Pradipta, Dara Dara, Roemah Kebaya, Dara Baro, Riana Kusuma, Batik Chic, Rumah Betawi, Artina Bordir dan Merdi Sihombing. Anda mungkin belum pernah mendengar tentang ruang Etnografi ini sebelumnya. Tak heran, ruangan ini memang tak dibuka untuk umum di hari-hari biasa. Meski saya tak terlalu paham soal lukisan, tapi, secara visual cerita yang ditampilkan terasa menarik. Sayang rasanya jika ia ‘disimpan’ begitu saja.
Foto: Mardyana Ulva