
Diakui atau tidak, orang tua kerap mengalami kendala saat ingin berbicara soal seks dengan remaja mereka. Masih melekat pandangan bahwa 'ngomong soal seks itu tabu', kurangnya pengetahuan, atau tidak tahu bagaimana memulainya. Padahal membicarakan masalah seksualitas dengan remaja dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang. "Tak hanya soal menstruasi dan mimpi basah. Bisa juga soal menjaga kebersihan vagina atau penis di usia praremaja, cara berpakaian yang sopan, tidak gampang menunjukkan bagian tubuh yang sensitif mengundang nafsu, melindungi bagian tubuh tertentu agar tidak disentuh oleh orang lain, atau cara bersikap asertif dalam berteman.
Ketika anak sudah lebih besar, sudah 17 tahunanan, obrolan bisa lebih ditingkatkan. Misalnya, kalau mereka punya pacar, inginnya seperti apa," ujar Yudiana Ratna Sari, M.Si atau Sari dari Universitas Indonesia. Sebab kadang pengetahuan anak tentang seksualitas sudah lebih jauh dari sakadar menstruasi dan mimpi basah.
Fakta mengejutkan diperoleh Sari ketika ia mengadakan survei kecil di kalangan siswa siswi SMP untuk mengetahui apa yang ingin mereka ketahui tentang seks. "Ternyata ada remaja perempuan yang bertanya apa itu vaginismus, dan ada remaja lelaki yang penasaran tentang impotensi," ungkap Sari. Bahkan seorang remaja putri belia pernah mendatangi ruang praktiknya sebagai psikolog hanya untuk menanyakan, "Bu, saya melakukan petting dengan pacar saya, apakah saya bisa hamil? Nggak sampai penetrasi, kok." Nah, siapa bilang remaja Anda pasti imut-imut seperti yang mereka perlihatkan kepada Anda?
"Kunci menjadi orang tua bagi remaja adalah komitmen," Sari menegaskan. Komitmen untuk memberi mereka cara hidup yang baik, yang tidak mempan digerus zaman. Juga dibutuhkan keterampilan berkomunikasi lewat bahasa mereka. Sangat mungkin di hadapan orang tua atau guru, remaja Anda terlihat baik dan polos. Tapi kalau mau tahu yang sebenarnya, coba diam-diam menyimak obrolan di antara mereka. Bahasa remaja ternyata banyak yang menunjukkan bahwa mereka sudah cukup kenal seks.
Misalnya istilah ML atau make love (di Jawa Barat marak istilah 'gejol'), making out untuk ciuman dan pelukan, dry sex untuk bercumbu dengan pakaian lengkap, bokep untuk tontonan porno, dan banyak lagi. Jangan langsung percaya begitu saja bahwa remaja pria Anda mau makan durian ketika dia berkata pada teman lelakinya,"Yuk kita belah duren." Itu artinya ajakan untuk ML, entah dengan siapa.
Membuka diri untuk memahami bahasa remaja merupakan salah satu cara untuk menyelami dunia mereka, dan kita menjalankan komitmen berdasarkan keselamatan anak. "Yang pertama, kenali dulu anak kita sendiri. Caranya, jangan mengambil jarak dengan mereka, ikuti bahasa mereka, gunakan istilah mereka. Yang kedua, kenali teman-temannya. Biarkan teman-teman anak kita datang ke rumah, lalu tanyakan kepada anak kita mengapa dia mau berteman dengan mereka. Setelah mengenal teman-temannya, cari tahu kemana mereka akan pergi," saran Sari. Jangan enggan bertanya kepada anak, kemana mereka akan pergi. Meski endingnya kurang enak, misalnya malah jadi bertengkar karena anak merasa diteropong.
Cynthia, ibu dari dua remaja berusia 17 dan 15 tahun, mengaku 'berperan ganda' bagi kedua remajanya. "Saya menjadi sopir dan detektif buat anak-anak saya," ujar ibu bekerja ini. "Kelak kalau mereka punya SIM, baru saya akan melepas mereka sendiri. Tapi setidaknya saya sudah kenal orang tua teman-temannya," papar Cynthia yang mengaku kerap mendatangi pusat-pusat hiburan, yang maksiat sekalipun, bersama suami dan teman-temannya. "Kafe-kafe dan tempat nongkrong seperti mal dan resto yang buka 24 jam saya kunjungi mulai pukul 10 malam sampai dini hari untuk mengamati situasinya," papar Cynthia.
Bila sewaktu-waktu anaknya pamit pergi ke suatu tempat yang tidak layak, dia bisa melarang sembari bisa menjelaskan mengapa dilarang. Kadang-kadang juga harus rela jadi 'obat nyamuk' menunggui anak yang pulang pesta. "Memang seperti itulah antara lain tugas orang tua, yaitu melakukan supervisi, sesibuk apa pun kita. Asalkan tidak didasari sikap paranoid atau khawatir berlebihan, itu baik," ujar Sari.
Ketika anak sudah lebih besar, sudah 17 tahunanan, obrolan bisa lebih ditingkatkan. Misalnya, kalau mereka punya pacar, inginnya seperti apa," ujar Yudiana Ratna Sari, M.Si atau Sari dari Universitas Indonesia. Sebab kadang pengetahuan anak tentang seksualitas sudah lebih jauh dari sakadar menstruasi dan mimpi basah.
Fakta mengejutkan diperoleh Sari ketika ia mengadakan survei kecil di kalangan siswa siswi SMP untuk mengetahui apa yang ingin mereka ketahui tentang seks. "Ternyata ada remaja perempuan yang bertanya apa itu vaginismus, dan ada remaja lelaki yang penasaran tentang impotensi," ungkap Sari. Bahkan seorang remaja putri belia pernah mendatangi ruang praktiknya sebagai psikolog hanya untuk menanyakan, "Bu, saya melakukan petting dengan pacar saya, apakah saya bisa hamil? Nggak sampai penetrasi, kok." Nah, siapa bilang remaja Anda pasti imut-imut seperti yang mereka perlihatkan kepada Anda?
"Kunci menjadi orang tua bagi remaja adalah komitmen," Sari menegaskan. Komitmen untuk memberi mereka cara hidup yang baik, yang tidak mempan digerus zaman. Juga dibutuhkan keterampilan berkomunikasi lewat bahasa mereka. Sangat mungkin di hadapan orang tua atau guru, remaja Anda terlihat baik dan polos. Tapi kalau mau tahu yang sebenarnya, coba diam-diam menyimak obrolan di antara mereka. Bahasa remaja ternyata banyak yang menunjukkan bahwa mereka sudah cukup kenal seks.
Misalnya istilah ML atau make love (di Jawa Barat marak istilah 'gejol'), making out untuk ciuman dan pelukan, dry sex untuk bercumbu dengan pakaian lengkap, bokep untuk tontonan porno, dan banyak lagi. Jangan langsung percaya begitu saja bahwa remaja pria Anda mau makan durian ketika dia berkata pada teman lelakinya,"Yuk kita belah duren." Itu artinya ajakan untuk ML, entah dengan siapa.
Membuka diri untuk memahami bahasa remaja merupakan salah satu cara untuk menyelami dunia mereka, dan kita menjalankan komitmen berdasarkan keselamatan anak. "Yang pertama, kenali dulu anak kita sendiri. Caranya, jangan mengambil jarak dengan mereka, ikuti bahasa mereka, gunakan istilah mereka. Yang kedua, kenali teman-temannya. Biarkan teman-teman anak kita datang ke rumah, lalu tanyakan kepada anak kita mengapa dia mau berteman dengan mereka. Setelah mengenal teman-temannya, cari tahu kemana mereka akan pergi," saran Sari. Jangan enggan bertanya kepada anak, kemana mereka akan pergi. Meski endingnya kurang enak, misalnya malah jadi bertengkar karena anak merasa diteropong.
Cynthia, ibu dari dua remaja berusia 17 dan 15 tahun, mengaku 'berperan ganda' bagi kedua remajanya. "Saya menjadi sopir dan detektif buat anak-anak saya," ujar ibu bekerja ini. "Kelak kalau mereka punya SIM, baru saya akan melepas mereka sendiri. Tapi setidaknya saya sudah kenal orang tua teman-temannya," papar Cynthia yang mengaku kerap mendatangi pusat-pusat hiburan, yang maksiat sekalipun, bersama suami dan teman-temannya. "Kafe-kafe dan tempat nongkrong seperti mal dan resto yang buka 24 jam saya kunjungi mulai pukul 10 malam sampai dini hari untuk mengamati situasinya," papar Cynthia.
Bila sewaktu-waktu anaknya pamit pergi ke suatu tempat yang tidak layak, dia bisa melarang sembari bisa menjelaskan mengapa dilarang. Kadang-kadang juga harus rela jadi 'obat nyamuk' menunggui anak yang pulang pesta. "Memang seperti itulah antara lain tugas orang tua, yaitu melakukan supervisi, sesibuk apa pun kita. Asalkan tidak didasari sikap paranoid atau khawatir berlebihan, itu baik," ujar Sari.