
Setelah mengarungi pernikahan lebih dari 10 tahun, banyak cerita tertorehkan. Apa yang membuat para suami tetap betah menjalani perkawinan yang tentunya tak selalu mulus? Kita simak curhat tiga pria berikut ini.
Ariyo Wahab (37 tahun), aktor & musisi, 10 tahun menikah
Menikah modal Rp 5 Juta
Istri saya, Milasari Wardhani (38 tahun), tentulah cukup nekat waktu memutuskan menerima lamaran saya. Dan saya pasti cukup 'gila' berani menikahi dia. Bayangkan, waktu itu saya tak punya apa-apa. Modal saya hanya pembayaran uang muka dari produser untuk album rekaman saya yang bahkan belum keluar, sebesar 5 juta rupiah. Tapi, orang tua saya menyuruh kami segera menikah. Mereka bahkan menawarkan meminjamkan dana untuk menikah, tapi saya tidak sreg. Saya lantas bertanya ke teman-teman, “Kalau elo disuruh menikah dengan modal lima juta, berani?” Jawaban mereka mudah ditebak: “Tidak!” Tapi, ada dorongan kuat dalam diri saya untuk menikah. Dan, entah kenapa, saya begitu yakin dengan pilihan saya.
Jadilah saya menikah hanya dengan Rp 5 juta dan tanpa tabungan sama sekali. Sudah bisa ditebak kehidupan kami setelah menikah tak mudah. Kondisi finansial kami naik turun, karena karier saya belum stabil. Untungnya, saat keuangan sedang jeblok, kelangsungan rumah tangga kami banyak tertolong oleh Mila, yang saat itu bekerja sebagai freelance stylist. Pokoknya, gantianlah. Kadang saya yang ada rezeki, kadang dia. Masalah rezeki memang tidak terlalu kami ambil pusing. Mila tidak banyak menuntut. Kami bawa santai saja.
Yang bikin kondisi rumah tangga kami rumit justru diri saya sendiri. Dari dulu saya memang orang yang sulit. Ndableg, semaunya sendiri. Orang tua saya saja susah payah menghadapi saya. Untungnya Mila cukup tahu bagaimana menghadapi saya dan ego saya. Dia paham kapan harus ‘tarik-ulur’, kapan harus mengingatkan, dan kapan harus membiarkan saya. Namun, keadaan tak selalu terkontrol. Kalau sudah memuncak, kami akan menenangkan diri masing-masing, dan yang terpenting, tidak mengumbar masalah ke luar rumah. Kalau sudah tenang, baru kami bicarakan baik-baik.
Banyak pelajaran yang saya ambil dari pernikahan ini. Salah satunya tentang cara menyelesaikan masalah. Saya yakin, masalah sebenarnya dalam suatu perkawinan yang tahu hanya suami dan istri. Karena itu, kami meminimalisasi, bahkan kalau bisa menutup masalah kami dari pihak luar. Bahaya kalau terlalu banyak intervensi. Apalagi saya lihat banyak sekali rekan-rekan saya yang dengan mudah memutuskan menikah tapi juga bercerai dengan mudah. Saya semakin protektif dengan pernikahan saya.
Meski begitu, saya tetap menjalaninya dengan santai. Kalau sudah benar-benar sumpek atau overload dengan urusan pekerjaan, saya dan Mila akan menitipkan anak-anak pada orang tua, lalu dan ‘kabur’ sebentar ke luar kota atau luar negeri untuk recharge. Kalau tak banyak waktu, saya tetap sempatkan diri mengajak Mila jalan berdua ke mal atau nonton ke bioskop. Ketika pacaran kami sering berduaan, masa setelah menikah kebiasaan ini hilang begitu saja?
Bagi saya, menikah juga berarti memperbaiki sifat-sifat buruk saya sewaktu muda. Kini saya lebih terkontrol dan bertanggung jawab. Apalagi sekarang sudah punya tiga putri saya: Kyrha Wahab (9 tahun), Jaime Wahab (5 tahun), dan Sabine Wahab (4 tahun). Ya, saya bahagia dengan keadaan saya yang sekarang. Kehidupan masa muda saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keindahan hidup berkeluarga.
Monika Erika
Foto: Denny Herliyanso
Pengarah Gaya: Erin Metasari
Ariyo Wahab (37 tahun), aktor & musisi, 10 tahun menikah
Menikah modal Rp 5 Juta
Istri saya, Milasari Wardhani (38 tahun), tentulah cukup nekat waktu memutuskan menerima lamaran saya. Dan saya pasti cukup 'gila' berani menikahi dia. Bayangkan, waktu itu saya tak punya apa-apa. Modal saya hanya pembayaran uang muka dari produser untuk album rekaman saya yang bahkan belum keluar, sebesar 5 juta rupiah. Tapi, orang tua saya menyuruh kami segera menikah. Mereka bahkan menawarkan meminjamkan dana untuk menikah, tapi saya tidak sreg. Saya lantas bertanya ke teman-teman, “Kalau elo disuruh menikah dengan modal lima juta, berani?” Jawaban mereka mudah ditebak: “Tidak!” Tapi, ada dorongan kuat dalam diri saya untuk menikah. Dan, entah kenapa, saya begitu yakin dengan pilihan saya.
Jadilah saya menikah hanya dengan Rp 5 juta dan tanpa tabungan sama sekali. Sudah bisa ditebak kehidupan kami setelah menikah tak mudah. Kondisi finansial kami naik turun, karena karier saya belum stabil. Untungnya, saat keuangan sedang jeblok, kelangsungan rumah tangga kami banyak tertolong oleh Mila, yang saat itu bekerja sebagai freelance stylist. Pokoknya, gantianlah. Kadang saya yang ada rezeki, kadang dia. Masalah rezeki memang tidak terlalu kami ambil pusing. Mila tidak banyak menuntut. Kami bawa santai saja.
Yang bikin kondisi rumah tangga kami rumit justru diri saya sendiri. Dari dulu saya memang orang yang sulit. Ndableg, semaunya sendiri. Orang tua saya saja susah payah menghadapi saya. Untungnya Mila cukup tahu bagaimana menghadapi saya dan ego saya. Dia paham kapan harus ‘tarik-ulur’, kapan harus mengingatkan, dan kapan harus membiarkan saya. Namun, keadaan tak selalu terkontrol. Kalau sudah memuncak, kami akan menenangkan diri masing-masing, dan yang terpenting, tidak mengumbar masalah ke luar rumah. Kalau sudah tenang, baru kami bicarakan baik-baik.
Banyak pelajaran yang saya ambil dari pernikahan ini. Salah satunya tentang cara menyelesaikan masalah. Saya yakin, masalah sebenarnya dalam suatu perkawinan yang tahu hanya suami dan istri. Karena itu, kami meminimalisasi, bahkan kalau bisa menutup masalah kami dari pihak luar. Bahaya kalau terlalu banyak intervensi. Apalagi saya lihat banyak sekali rekan-rekan saya yang dengan mudah memutuskan menikah tapi juga bercerai dengan mudah. Saya semakin protektif dengan pernikahan saya.
Meski begitu, saya tetap menjalaninya dengan santai. Kalau sudah benar-benar sumpek atau overload dengan urusan pekerjaan, saya dan Mila akan menitipkan anak-anak pada orang tua, lalu dan ‘kabur’ sebentar ke luar kota atau luar negeri untuk recharge. Kalau tak banyak waktu, saya tetap sempatkan diri mengajak Mila jalan berdua ke mal atau nonton ke bioskop. Ketika pacaran kami sering berduaan, masa setelah menikah kebiasaan ini hilang begitu saja?
Bagi saya, menikah juga berarti memperbaiki sifat-sifat buruk saya sewaktu muda. Kini saya lebih terkontrol dan bertanggung jawab. Apalagi sekarang sudah punya tiga putri saya: Kyrha Wahab (9 tahun), Jaime Wahab (5 tahun), dan Sabine Wahab (4 tahun). Ya, saya bahagia dengan keadaan saya yang sekarang. Kehidupan masa muda saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keindahan hidup berkeluarga.
Monika Erika
Foto: Denny Herliyanso
Pengarah Gaya: Erin Metasari