![](https://www.pesona.co.id/img/images_article/003_001_35_pic.jpg)
Dari pengalamannya menangani banyak klien, Yatie Utoyo Lubis, psikolog dari Universitas Indonesia mengatakan, perselingkuhan yang terjadi dalam perkawinan (baik dilakukan oleh suami maupun istri) adalah kasus yang proses konsultasinya bisa berlangsung berlarut-larut, bahkan sampai bertahun-tahun. Itu pun belum tentu berbuah happy ending. Tak sedikit yang justru berakhir dengan perceraian. Hal itu bisa dimaklumi. “Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami adalah sebuah 'tamparan' hebat bagi harga diri istri, tak heran bila luka yang ditinggalkan sangat menyakitkan dan sulit disembuhkan.
Yatie lantas menjabarkan tahap-tahap emosi yang dialami seorang istri saat benar-benar menyadari bahwa sang suami berselingkuh. Reaksi pertama biasanya syok; sulit percaya tapi itulah kenyataannya. Apalagi, biasanya istri adalah orang terakhir yang mengetahui perselingkuhan suaminya.
Tahap selanjutnya adalah bangkitnya rasa marah dan terhina. 'Kok, tega-teganya dia melakukan hal ini terhadapku?' Rasa marah biasanya juga diarahkan kepada wanita yang menjadi selingkuhan sang suami. Bahkan pada tahap ini, kata Yatie, kemarahan terhadap 'wanita lain' itu biasanya lebih besar ketimbang rasa marah terhadap suaminya. Hal ini karena masih ada rasa tak percaya terhadap ketidaksetiaan sang suami, sehingga istri membutuhkan 'kambing hitam' yang bisa dipersalahkan. Pada tahap ini pula biasanya kerap terjadi istri melabrak wanita selingkuhan suaminya. Atau, timbul niat untuk 'balas dendam' dengan melakukan perselingkuhan tandingan.
Tahap berikutnya adalah menyalahkan diri sendiri. “Ini memang khas wanita, terutama wanita Timur. Yang berselingkuh suami, malah istri yang merasa bersalah. Mungkin karena selama ini di masyarakat kita kerap ditanamkan anggapan bahwa kalau suami menyeleweng, pasti ada yang 'salah' pada sang istri. Misalnya, karena istri tidak becus mengurus suami. Alhasil, kondisi emosional istri jadi seperti 'sudah jatuh tertimpa tangga'. Sudah dikhianati suami, dipersalahkan pula. Akibatnya bisa parah. Antara lain, istri bisa kehilangan self-esteem, rasa percaya dirinya hancur lebur. Dia akan merasa dirinya tidak berharga lagi,” papar Yatie.
Kalau babak ini tidak secepatnya diatasi, istri akan masuk ke babak berikutnya, yaitu mengasihani diri sendiri. “Dia akan menyesalinya nasibnya, mengutuk Tuhan, merasa diperlakukan tidak adil, dan akhirnya jadi depresi berkepanjangan." Yatie menegaskan, pada periode inilah bantuan dari luar sangat diperlukan.
Yatie lantas menjabarkan tahap-tahap emosi yang dialami seorang istri saat benar-benar menyadari bahwa sang suami berselingkuh. Reaksi pertama biasanya syok; sulit percaya tapi itulah kenyataannya. Apalagi, biasanya istri adalah orang terakhir yang mengetahui perselingkuhan suaminya.
Tahap selanjutnya adalah bangkitnya rasa marah dan terhina. 'Kok, tega-teganya dia melakukan hal ini terhadapku?' Rasa marah biasanya juga diarahkan kepada wanita yang menjadi selingkuhan sang suami. Bahkan pada tahap ini, kata Yatie, kemarahan terhadap 'wanita lain' itu biasanya lebih besar ketimbang rasa marah terhadap suaminya. Hal ini karena masih ada rasa tak percaya terhadap ketidaksetiaan sang suami, sehingga istri membutuhkan 'kambing hitam' yang bisa dipersalahkan. Pada tahap ini pula biasanya kerap terjadi istri melabrak wanita selingkuhan suaminya. Atau, timbul niat untuk 'balas dendam' dengan melakukan perselingkuhan tandingan.
Tahap berikutnya adalah menyalahkan diri sendiri. “Ini memang khas wanita, terutama wanita Timur. Yang berselingkuh suami, malah istri yang merasa bersalah. Mungkin karena selama ini di masyarakat kita kerap ditanamkan anggapan bahwa kalau suami menyeleweng, pasti ada yang 'salah' pada sang istri. Misalnya, karena istri tidak becus mengurus suami. Alhasil, kondisi emosional istri jadi seperti 'sudah jatuh tertimpa tangga'. Sudah dikhianati suami, dipersalahkan pula. Akibatnya bisa parah. Antara lain, istri bisa kehilangan self-esteem, rasa percaya dirinya hancur lebur. Dia akan merasa dirinya tidak berharga lagi,” papar Yatie.
Kalau babak ini tidak secepatnya diatasi, istri akan masuk ke babak berikutnya, yaitu mengasihani diri sendiri. “Dia akan menyesalinya nasibnya, mengutuk Tuhan, merasa diperlakukan tidak adil, dan akhirnya jadi depresi berkepanjangan." Yatie menegaskan, pada periode inilah bantuan dari luar sangat diperlukan.