Beruntunglah Anda bila memiliki hobi yang sama dengan suami. Selain sama-sama senang menjalaninya, kebersamaan dan kemesraan pun terpelihara. Seperti kisah perkawinan berikut:
Cantik (34) & Enrico Soekarno (45)
Sebagai pelukis, Enrico memang banyak bergaul di kalangan seniman, sementara Cantik lebih banyak bergelut di bidang bisnis. Namun, jarak usia yang lumayan jauh dan lingkungan pergaulan yang berbeda itu berhasil dijembatani oleh hobi yang sama, yaitu senang menikmati dan mengapresiasi seni. “Bagi kami, menikmati seni penting untuk menyeimbangkan jiwa,” kata Enrico.
Keduanya berkenalan pertama kali di Phnom Penh, Kamboja. Enrico sedang menyelenggarakan pameran lukisan, sementara Cantik sudah setahun tinggal di negara itu untuk membantu bisnis orang tuanya. “Sebagai 'tuan rumah', saya mengantar Enrico ke berbagai museum favorit saya di Phnom Penh, salah satunya ke museum Genosida (bekas penjara tempat penyiksaan tahanan politik oleh rezim Khmer Merah). Ternyata dia sangat terkesan. Disangkanya saya anak gaul yang hanya suka ke mal dan belanja,” kenang Cantik yang di masa remajanya sering menjadi model majalah Gadis.
Cantik yang berasal dari keluarga diplomat memang cukup akrab dengan seni, baik yang modern maupun tradisional. Ia, misalnya, hafal cerita-cerita wayang Ramayana dan Mahabharata berikut semua tokohnya, karena ketika kecil sering didongengi oleh eyangnya. Ia juga senang menikmati musik, film, dan buku. Klop dengan Enrico memang berasal dari keluarga pencinta seni.
Tak heran bila pasangan yang telah dikaruniai dua anak ini kerap terlihat menghadiri berbagai acara seni. Mulai pameran lukisan, pertunjukan tari, teater, konser musik, hingga bedah buku. Tak hanya di Indonesia, juga di luar negeri, yang kontemporer maupun tradisional. Mulai dari pertunjukan wayang orang di Gedung Kesenian Jakarta, wayang potehi di Singkawang, tari topeng di Cirebon, opera tradisional di Siem Reap, Kamboja (di mana mereka harus melepas sepatu dan duduk di tikar), hingga konser musik klasik di sejumlah negara Eropa. “Yang pasti, kami berdua tak pernah absen nonton pertunjukan Teater Koma,” ujar Enrico, yang kerap bertemu dengan kedua orang tuanya di lokasi pertunjukan seni.
Mereka juga tak segan mendatangi pertunjukan tradisional jalanan, seperti tayuban dan campur sari yang biasa digelar pada malam hari di bawah jembatan layang di daerah Jatinegara. “Kalau yang ini, kami datang beramai-ramai bersama teman-teman. Mobil diparkir jauh-jauh dan kami berjalan kaki ke lokasi,” tambah Cantik, bersemangat.
Keduanya juga punya buku-buku dan film-film favorit, yang kerap mereka diskusikan dan tonton berdua di rumah. Misalnya, buku God of Small Thing yang mereka baca dan diskusikan berulang kali. “Kami berdua juga tak bosan-bosannya menonton ulang beberapa film favorit kami, seperti English Patient dan Out of Africa. Saking senangnya dengan Out of Africa, kami memberi nama anak sulung kami Kenya, negara yang menjadi lokasi syuting film tersebut,” ujar Cantik, tertawa.
Yang juga mengesankan adalah ketika mereka berdua mengunjungi Riga, ibu kota Latvia, selama 2 minggu, khusus untuk menyaksikan festival seni dan budaya dalam rangka ulang tahun ke-800 tahun kota tersebut. Kebetulan ibunda Enrico juga berasal dari Riga. “Sepanjang dua minggu itu kami puas menonton konser musik, tarian dan teater rakyat, balet, dan banyak lagi,” tutur Enrico yang juga mulai mengajarkan kedua anaknya untuk mengapresiasi seni dan budaya, termasuk mengunjungi berbagai museum.
Sejauh mana hobi tersebut mempererat ikatan perkawinan mereka? Sambil tersenyum, Enrico melirik istrinya. “Kalau dia bukan pencinta seni, mungkin kami bakal kehabisan bahan pembicaraan dalam sekejap. Apa asyiknya?”
Tina Savitri