Dalam lingkungan kerja, sikap perfeksionistis sangat mudah dikenali. Umumnya orang yang perfeksionistis ini cenderung lebih cerewet dan ribet karena ingin mencapai hasil yang lebih tinggi dari orang lain. Berlawanan dengan si perfeksionistis, adalah pribadi risk taker yang serba spontan dan cenderung instingtif. Pribadi perfeksionistis dan risk taker sama-sama mempunyai nilai plus dan minus.
Meski berbeda, kedua pribadi ini ternyata tetap bisa akur dan saling melengkapi. Misalnya saja ketika si A yang perfeksionistis berpergian bersama si B yang risk taker. B akan membutuhkan A untuk hal detail seperti mempersiapkan itinerary perjalanan secara menyeluruh, sedangkan A akan membutuhkan B agar perjalanan mereka menjadi lebih menyenangkan dan spontan.
Banyak orang menyalahartikan pribadi perfeksionistis sebagai pribadi yang takut mengambil risiko dan ragu-ragu. Padahal kenyataannya orang-orang perfeksionistis ini justru pandai mengkalkulasi potensi risiko yang mungkin terjadi. Yang membedakan perfeksionistis dengan risk taker adalah banyaknya waktu yang mereka pakai untuk memperhitungkan potensi risiko.
Perfeksionistis bukan pembunuh
Menurut Tuti Indra Fauziansyah, psikolog dan konsultan karier dari Iradat Konsultan, Jakarta, sikap perfeksionistis yang masih dalam batas wajar justru diperlukan untuk menghasilkan karya yang terbaik. “Perfeksionis yang ‘membunuh’ itu biasanya yang diikuti oleh perilaku obsesif. Perfeksionistis bisa jadi pembunuh bila dia merasa tidak tenang, tidak bisa memikirkan hal lain, dan pikirannya didominasi oleh suatu pemikiran,” Tuti menjelaskan.
Pribadi perfeksionistis dan risk taker keduanya tidak luput dari masalah. Seorang atasan perfeksionistis mempunyai kekurangan dalam hal tingkat kecepatan kerja. Atasan yang perfeksionistis butuh waktu lebih lama, lebih rewel dan lebih sulit memberikan persetujuan, namun sering diganjar dengan kualitas kerja yang sempurna. Titik lemah atasan yang risk taker terletak pada rasa optimis yang terlalu besar. Terlalu optimis dan sering miskalkulasi risiko, menghasilkan pekerjaan dengan kualitas yang tidak diharapkan.
Jika Anda mendapat tugas yang menuntut hasil yang sempurna, Anda akan dituntut untuk melakukan persiapan yang matang untuk menghindari risiko sekecil mungkin. Nah, saat ini sikap rewel Anda justru diperlukan agar tercipta hasil yang terbaik. Lain halnya bila Anda diberi pekerjaan yang membutuhkan insting dan kecepatan tinggi dalam mengambil keputusan. Kalau terlalu lama berpikir, bisa-bisa klien Anda sebal dan tak ingin bekerja sama.
Seimbangkan keduanya
Seorang berkepribadian introvert mempunyai peluang menjadi perfeksionistis. Kepribadian introvert yang pemikir membuat mereka yang memiliki kepribadian ini cenderung lebih lamban dalam mengambil keputusan. Sedangkan pribadi extrovert biasanya adalah natural risk taker yang berorientasi pada tindakan dan insting.
Tuti Indra Fauziansyah menjelaskan bahwa setiap orang memang sudah terlahir dengan karakter tertentu. Apabila seorang natural perfeksionistis dibesarkan dengan didikan orangtua yang juga perfeksionistis, maka akan cocok. Kalau kasusnya berbeda, contohnya bila si natural perfeksionistis dibesarkan dengan didikan normal, karakter aslinya akan tetap terbawa, ia akan tetap sulit mentolerir ketidaksempurnaan. Yang paling tidak menyenangkan adalah mereka yang bukan natural perfeksionistis tapi dipaksa dan dibesarkan oleh orang tua yang perfeksionistis. Pribadi perfeksionistis yang dipaksakan ini akan tumbuh menjadi pribadi peragu yang tidak pernah tahu apa yang mereka inginkan.
Untuk mengenali diri Anda, apakah Anda tergolong perfeksionistis atau bukan, coba kenali diri Anda; Anda adalah pribadi yang menyenangkan dan tenang, tetapi di ruang rapat Anda menjadi pribadi yang defensif dan sinis. Anda merasa pertolongan orang lain akan menghambat proses kerja Anda. Kepribadian Anda yang sangat kompetitif dirasa mengganggu, sehingga teman dan bahwahan Anda tak ingin bekerja sama dengan Anda. Dalam hal menilai pekerjaan staf, Anda tidak memasukkan ‘lumayan’ sebagai penilaian. Bagi Anda yang ada adalah sempurna atau buruk. Saat di kantor, Anda butuh banyak waktu untuk mengerjakan hal-hal kecil bukan karena rajin, tetapi karena Anda tidak percaya orang lain. Di mata Anda, semua orang mengerjakan tugasnya dengan cara yang salah.
Bila Anda mengakui semua karakteristik di atas sebagai karakteristik Anda, berarti Anda adalah pribadi yang perfeksionistis. Pada dasarnya, dua jenis pribadi, perfeksionistis dan risk taker ada pada setiap orang. Untuk menjadi pribadi yang fleksibel, cobalah untuk sedikit saja mengurangi kecenderungan itu. Kembangkan sisi risk taker Anda, seimbangkan keduanya untuk menjaga dominasi salah satunya. Anda yang perfeksionistis bisa belajar untuk lebih fleksibel dan mentolerir kesalahan diri sendiri atau orang lain. Sedangkan Anda yang hobi menantang risiko, bisa belajar untuk lebih mengkalkulasi risiko kegagalan yang menanti.
Meski berbeda, kedua pribadi ini ternyata tetap bisa akur dan saling melengkapi. Misalnya saja ketika si A yang perfeksionistis berpergian bersama si B yang risk taker. B akan membutuhkan A untuk hal detail seperti mempersiapkan itinerary perjalanan secara menyeluruh, sedangkan A akan membutuhkan B agar perjalanan mereka menjadi lebih menyenangkan dan spontan.
Banyak orang menyalahartikan pribadi perfeksionistis sebagai pribadi yang takut mengambil risiko dan ragu-ragu. Padahal kenyataannya orang-orang perfeksionistis ini justru pandai mengkalkulasi potensi risiko yang mungkin terjadi. Yang membedakan perfeksionistis dengan risk taker adalah banyaknya waktu yang mereka pakai untuk memperhitungkan potensi risiko.
Perfeksionistis bukan pembunuh
Menurut Tuti Indra Fauziansyah, psikolog dan konsultan karier dari Iradat Konsultan, Jakarta, sikap perfeksionistis yang masih dalam batas wajar justru diperlukan untuk menghasilkan karya yang terbaik. “Perfeksionis yang ‘membunuh’ itu biasanya yang diikuti oleh perilaku obsesif. Perfeksionistis bisa jadi pembunuh bila dia merasa tidak tenang, tidak bisa memikirkan hal lain, dan pikirannya didominasi oleh suatu pemikiran,” Tuti menjelaskan.
Pribadi perfeksionistis dan risk taker keduanya tidak luput dari masalah. Seorang atasan perfeksionistis mempunyai kekurangan dalam hal tingkat kecepatan kerja. Atasan yang perfeksionistis butuh waktu lebih lama, lebih rewel dan lebih sulit memberikan persetujuan, namun sering diganjar dengan kualitas kerja yang sempurna. Titik lemah atasan yang risk taker terletak pada rasa optimis yang terlalu besar. Terlalu optimis dan sering miskalkulasi risiko, menghasilkan pekerjaan dengan kualitas yang tidak diharapkan.
Jika Anda mendapat tugas yang menuntut hasil yang sempurna, Anda akan dituntut untuk melakukan persiapan yang matang untuk menghindari risiko sekecil mungkin. Nah, saat ini sikap rewel Anda justru diperlukan agar tercipta hasil yang terbaik. Lain halnya bila Anda diberi pekerjaan yang membutuhkan insting dan kecepatan tinggi dalam mengambil keputusan. Kalau terlalu lama berpikir, bisa-bisa klien Anda sebal dan tak ingin bekerja sama.
Seimbangkan keduanya
Seorang berkepribadian introvert mempunyai peluang menjadi perfeksionistis. Kepribadian introvert yang pemikir membuat mereka yang memiliki kepribadian ini cenderung lebih lamban dalam mengambil keputusan. Sedangkan pribadi extrovert biasanya adalah natural risk taker yang berorientasi pada tindakan dan insting.
Tuti Indra Fauziansyah menjelaskan bahwa setiap orang memang sudah terlahir dengan karakter tertentu. Apabila seorang natural perfeksionistis dibesarkan dengan didikan orangtua yang juga perfeksionistis, maka akan cocok. Kalau kasusnya berbeda, contohnya bila si natural perfeksionistis dibesarkan dengan didikan normal, karakter aslinya akan tetap terbawa, ia akan tetap sulit mentolerir ketidaksempurnaan. Yang paling tidak menyenangkan adalah mereka yang bukan natural perfeksionistis tapi dipaksa dan dibesarkan oleh orang tua yang perfeksionistis. Pribadi perfeksionistis yang dipaksakan ini akan tumbuh menjadi pribadi peragu yang tidak pernah tahu apa yang mereka inginkan.
Untuk mengenali diri Anda, apakah Anda tergolong perfeksionistis atau bukan, coba kenali diri Anda; Anda adalah pribadi yang menyenangkan dan tenang, tetapi di ruang rapat Anda menjadi pribadi yang defensif dan sinis. Anda merasa pertolongan orang lain akan menghambat proses kerja Anda. Kepribadian Anda yang sangat kompetitif dirasa mengganggu, sehingga teman dan bahwahan Anda tak ingin bekerja sama dengan Anda. Dalam hal menilai pekerjaan staf, Anda tidak memasukkan ‘lumayan’ sebagai penilaian. Bagi Anda yang ada adalah sempurna atau buruk. Saat di kantor, Anda butuh banyak waktu untuk mengerjakan hal-hal kecil bukan karena rajin, tetapi karena Anda tidak percaya orang lain. Di mata Anda, semua orang mengerjakan tugasnya dengan cara yang salah.
Bila Anda mengakui semua karakteristik di atas sebagai karakteristik Anda, berarti Anda adalah pribadi yang perfeksionistis. Pada dasarnya, dua jenis pribadi, perfeksionistis dan risk taker ada pada setiap orang. Untuk menjadi pribadi yang fleksibel, cobalah untuk sedikit saja mengurangi kecenderungan itu. Kembangkan sisi risk taker Anda, seimbangkan keduanya untuk menjaga dominasi salah satunya. Anda yang perfeksionistis bisa belajar untuk lebih fleksibel dan mentolerir kesalahan diri sendiri atau orang lain. Sedangkan Anda yang hobi menantang risiko, bisa belajar untuk lebih mengkalkulasi risiko kegagalan yang menanti.
Ruth Evelina