Selama ini membuat surat wasiat identik dengan usia tua. Semakin bertambahnya usia dan menyadari umur yang tersisa orang lantas membuat surat wasiat agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan di antara ahli warisnya. Tapi di Indonesia sendiri jumlah orang yang membuat surat wasiat prosentasenya masih sangat sedikit. Kebanyakan, tradisi yang terjadi adalah mengumpulkan ahli warisnya dan mengatakan secara lisan pembagian hak waris. Tapi nyatanya tidak semua sukses. Sebagian lebih dulu dipanggil oleh Tuhan dan sebagian lagi mengatakannya dalam kondisi kesehatan (jiwa) yang kurang sehat. Sehingga ujung-ujungnya perselisihan tetap terjadi di antara ahli waris.
Tapi masalah hak waris tidak hanya terjadi antar-anak yang menerima hak waris dari
orang tua. Kebalikannya, orang tua pun bisa mengalami hal yang sama. Misalnya saja
ada sepasang suami istri muda yang cukup sukses dan belum memiliki anak. Kedua
orang tua dan saudara mereka masih hidup. Suatu ketika terjadi kecelakaan dan
keduanya meninggal. Lantas siapa yang mendapatkan hak waris? Hal seperti ini bisa
memicu perselisihan juga oleh kedua pihak orang tua. Kasus seperti ini pernah terjadi
di Amerika. Bukan tak mungkin kasus serupa menimpa Anda.
Pepatah sedia payung sebelum hujan berlaku juga untuk urusan warisan. Sebaiknya,
seseorang memang meninggalkan payung (hukum) sebelum meninggal. Payung hukum tersebut
tentu saja berupa surat wasiat bagi orang-orang yang nantinya akan ditinggalkan.
Jangan pernah berpikir tabu membuat surat wasiat. Membuat surat wasiat tidak sama
dengan mendahului kehendak Tuhan dan berniat meninggal. Membuat surat wasiat adalah
langkah preventif agar nantinya tidak terjadi perselisihan di antara ahli waris.
Malah didalam ajaran agama sangat dianjurkan untuk membuat wasiat atau berwasiat.
Secara umum, di Indonesia payung hukum pembagian warisan dibagi menjadi tiga yaitu
berdasar hukum perdata, hukum adat dan hukum Islam. Masing-masing memiliki aturan
yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Sesuaikan dengan kondisi Anda
masing-masing untuk menggunakan hukum waris yang ingin dipilih. Agar lebih yakin
dengan hukum waris yang akan digunakan, konsultasikan pada pihak yang kompeten
seperti notaris, perencana keuangan dengan keahlian khusus atau ahli agama jika
akan menggunakan hukum waris secara Islam.
Dari ketiga tata cara pembagian waris diatas, maka pembagian menurut hukum perdata
yang paling sering dilakukan yaitu pertama dengan Pembuatan surat wasiat yang ini
merupakan salah satu jalur formal dalam pembagian warisan atau biasa disebut sebagai
pewarisan testamentair (wasiat). Pewarisan testamentair ini merupakan penunjukan
ahli waris berdasarkan surat wasiat yang dibikin oleh pewaris. Pemberi waris akan
membuat surat wasiat mengenai pembagian harta warisan setelah dia nanti meninggal
termasuk berapa persen bagian tiap ahli waris.
Jalur kedua pembagian waris ini adalah pewarisan absentantio. Pewarisan absentantio
merupakan sistem pewarisan yang didasarkan pada Undang-undang. Berdasarkan pewarisan
absentantio, maka sanak keluarga yang berhubungan darah saja yang berhak menerima
warisan. Mereka yang berhak mendapatkan warisan dibagi menjadi empat golongan yaitu
anak, istri atau suami, adik atau kakak serta kakek atau nenek. Keempat golongan
tersebut yang berhak mendapatkan harta warisan berdasar pewarisan absentantio
Bila ingin orang di luar empat golongan tersebut ikut mendapatkan warisan, maka
orang tersebut harus membuat wasiat atau surat hibah wasiat. Tapi jumlah dari harta
yang akan dihibahkan di luar garis keluarganya pun jumlahnya dibatasi. Hal ini
dimaksudkan karena adanya perlindungan hak-hak terhadap ahli waris yang sah sehingga
hak minimum mereka harus terpenuhi, yang kemudian dikenal dengan Legetime Portie.
Konsultan: Aidil Akbar Madjid, MBA, CFE, RFC dari Akbar’s Financial Check Up.