![](https://www.pesona.co.id/img/images_tiny/1502.jpg)
Bagaimana karakter beliau di mata Anda?
Bapak adalah ayah yang keras dan disiplin. Dulu ada masa-masa saya membenci Bapak. Waktu itu saya menganggap, kenapa sih, dia harus menjadi orang tua yang kaku, tidak bisa diajak ngobrol. Apalagi, orang luar juga punya penilaian seperti itu terhadap dia. Padahal sebenarnya ada saat-saat dimana Bapak suka sekali bercanda gila-gilaan yang tidak semua orang tahu.
Seperti apa hubungan Anda sebagai ayah dan anak?
Dulu ada masa-masa di mana kami sering berdua dalam satu mobil tapi tidak berbicara sama sekali. Sekarang, setelah saya dewasa dan Bapak makin berumur, kami bisa lebih memahami satu sama lain. Di masa mudanya dulu, Bapak harus menjalani hidup yang keras. Karena ayahnya sudah meninggal, dia harus menjaga ibu dan mengurus adik-adiknya. Padahal, saat masih remaja dulu, saya selalu merasa paling benar sendiri. Jelas saja komunikasi kami jadi tidak lancar. Bahkan, pernah terjadi, saking susahnya mengungkapkan perasaan saya pada Bapak, saya coba menuliskannya lewat sebuah puisi. Isinya mengungkapkan segala hal mengenai kekesalan sekaligus kecintaan saya kepada Bapak. Puisi itu saya berikan langsung dan saya tunggui sampai Bapak selesai membacanya. Di situlah untuk pertama kalinya saya melihat bapak menangis. Setahu saya, puisi itu masih Bapak simpan. Sekarang, hanya mengingatnya saja saya merinding.
Merasa punya kemiripan satu sama lain?
Yang pasti, kami tuh, sama-sama keras, ha..ha..ha... Apalagi, Bapak juga tumbuh besar di zaman yang keras. Kalau saya sih, saat punya anak saya bisa menjadi macam-macam bagi dia. Selain menjadi ayah, juga jadi sahabat yang baik, terutama jika anak ingin curhat.
Pernah berpikiran untuk bekerja sama?
Pada film pendek yang pertama kali saya sutradarai, Sang Penjahit, saya mengajak Bapak bekerja sama sebagai penata musiknya. Kami belum pernah bekerja bareng secara profesional, jadi saya penasaran. Ternyata, dia tidak egoistis dan tetap menempatkan saya sebagai sutradara, sebagai komandannya, bukan sebagai anak. Ia selalu menanyakan jika ada yang kurang saya setujui dan bersedia memperbaikinya. Sejak saat itulah saya berpendapat, illustrator musik terbaik Indonesia sampai saat ini, ya, Bapak. Bukan karena dia bapak saya, tapi dia memang mengerti betul tentang ilustrasi musik untuk film. Saya sampai terkagum-kagum pada bapak sendiri.
Pernah berharap jadi pemain biola juga?
Saya memilih biola karena sejak kecil sudah diperdengarkan musik biola dari Bapak. Saya juga punya kecintaan tersendiri pada biola. Tapi, Bapak menuntut, jika ingin belajar biola, saya harus serius mau mengikuti aturan belajar yang dia terapkan. Misalnya, harus bangun pagi pukul 5 untuk latihan, dan harus latihan lagi pukul 4 sore, ketika teman-teman asyik bermain. Padahal, waktu itu saya sedang antiaturan. Sampai saat ini sesekali saya tetap main biola, misalnya kalau ada teman yang minta bantuan kolaborasi. Saya juga pernah tampil bersama Bapak saat dia konser tunggal.