“Ini kamar tempat Kartini dipingit,” begitu ujar pemandu wisata kami. Kamar itu berukuran 3x4 meter, berlokasi di bagian belakang rumah. Bangunan tua yang megah itu hingga kini masih dipakai oleh Bupati Jepara yang sekarang sedang menjabat sebagai kantor merangkap tempat tinggal, sehingga para wisatawan yang ingin melihat kamar itu dipersilakan masuk dari bagian belakang rumah. Kami beruntung, karena saat itu sang bupati sedang tidak di tempat, kami bisa memasuki rumah tersebut dari bagian depan.
Kamar tersebut kini hanya diisi dua kursi, satu meja, dan sejumlah rak. Dulu kabarnya pernah ada tempat tidur. Ada dua pintu besar di kamar ini, satu mengarah ke dalam rumah dan satu lagi ke luar. Saya bertanya-tanya, mengapa Kartini tidak membuka pintu ke luar rumah dan melarikan diri dari pingitannya? Toh, itu tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Namun ternyata dipingit bukan berarti tidak boleh keluar ruangan sama sekali. Pengertian dipingit adalah menunggu lamaran dari pria yang tidak dikenalnya. Lagpipula, putri Jawa di masa itu pastilah memiliki kepatuhan yang luar biasa sehingga pikiran untuk melanggar peraturan dan kabur dari pingitan tidak pernah terlintas di benaknya.
Kartini lahir di Desa Mayong, Kabupaten Jepara, 21 April 1879. Ia adalah putri kedua dari lima bersaudara pasangan Bupati Jepara Raden Mas Adipati Aryo Samingun Sosroningrat dan Mas Ayu Ngasirah. Sebagai seorang bangsawan, Kartini berkesempatan bersekolah di sekolah dasar Belanda Europesche Lagere School di Jepara. Di usia yang masih sangat muda, Kartini sudah menyadari betapa jauh perbedaan kedudukan wanita Barat dengan wanita Jawa. Karena itu, ia memutuskan untuk membimbing kaumnya ke arah kemajuan. Namun hasratnya untuk melanjutkan sekolah ke Semarang atau Betawi terhalang oleh status kebangsawanannya. Di usia 12 tahun, ia harus dipingit, menunggu lamaran dari seorang pria sesama bangsawan.
Rumah dinas bupati ini masih berdiri dengan megah. Di bagian depan ada ruang peringgitan, yaitu ruang untuk menerima dan menjamu tamu terbatas. Hingga kini fungsinya pun masih sama. Area ini dihiasi oleh dua jenis ukiran, yaitu rono kaputren (yang ukirannya tembus) dan rono keputran (blok ukir).