
Beragam kondisi membuat orangtua dan anak memutuskan untuk tinggal seatap. Keputusan untuk tinggal serumah biasanya dipilih seorang anak agar lebih mudah mengawasi orang tua. Menurut Dra. Augustine Dwi Putri Sukarlan, M. Si., Dosen Psikologi Klinis di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dalam budaya Timur ada tradisi anak merawat orangtua saat mereka menginjak usia lanjut. Namun tinggal seatap bersama orang tua yang mulai pikun, membutuhkan kesabaran sendiri. Hindari kalimat berikut:
“Kok bisa lupa sih?”
Orang tua sering lupa meletakkan benda-benda miliknya, seperti kacamata yang biasanya selalu dipakai. Tapi perkataan itu menyinggung mereka luar biasa. “Lansia sebenarnya tahu bahwa memori, kemampuan kognitif, dan kemampuan fisik mereka menurun. Mengingatkan tentang kepikunan atau kelemahan mereka malah semakin menyakiti perasaan mereka,” ujar Francine Lederer, seorang psikolog di Los Angeles. Daripada menyalahkan orang tua karena mudah lupa, lebih baik kita menyusun langkah-langkah konkret untuk memfasilitasi mereka. Misalkan saja memberi stiker bertuliskan nama barang di tempat yang sudah ditentukan. Dengan menandainya dengan stiker, Anda akan membangun kebiasaan orang tua untuk meletakkan barang di tempat yang sama. Lain kali orang tua Anda lupa, ingatkan saja, “Ibu, kalau lupa lihat di stiker ini ya.”
“Baru kemarin diajari, kok sudah tanya lagi.”
Mempelajari teknologi baru adalah hal yang sulit bagi lansia. Terlebih lagi jika Anda memberikannya sebuah ponsel yang memiliki banyak fitur. Bagi seseorang yang mengalami penurunan kemampuan adaptasi, penglihatan, ataupun kepikunan, akan sangat sulit untuk mempelajari cara pakai suatu barang yang canggih. “Ini tombol untuk mengirim SMS, kalau tombol yang ini untuk menelpon ya Bu. Saya akan pelan-pelan mengajari ibu lagi.” Kalimat ini lebih enak didengar oleh orang tua kita. Namun sebelum membeli sesuatu berbasis teknologi canggih, pastikan mudah dioperasikan.
“Aduh, Ibu sudah ngomong itu berkali-kali.”
Sebenarnya kita pun sering membicarakan hal yang sama berulang kali. Terlebih lagi tentang hal-hal yang kita sukai. Namun karena orang tua kita melakukannya sepanjang waktu, kita pun jadi kehilangan kesabaran. “Pasti habis ini ibu mau cerita tentang ini deh. Habis itu pasti ceritanya begini.” Kalimat ini bisa Anda ucapkan dengan nada bercanda sehingga orang tua Anda tidak tersinggung. Anda pun juga bisa menceritakan kebiasaan Anda yang suka cerita hal yang sama berulangkali kepada mereka. Yang terjadi adalah mereka jadi terhibur dengan guyonan Anda.
“Ibu kok lupa sih, nama cucu sendiri!”
Daripada marah karena orang tua Anda lupa dengan nama cucunya, lebih baik membawanya untuk mendapat perawatan medis. Semakin sering ia melupakan hal-hal yang penting, maka semakin besar alasan Anda untuk membawa orang tua ke dokter. “Lansia menjadi pelupa karena ada penurunan pada proses berpikirnya. Pada penyakit demensia, mulanya mereka hanya lupa pada hal-hal yg baru terjadi, namun lama-lama bisa lupa pada anak-anaknya sendiri, cucunya, bahkan dirinya sendiri,” ujar Augustine. Augustine menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada cara untuk menyembuhkan penyakit ini, namun suplemen dapat membantu mempertahankan ingatan mereka. “Nama cucu Ibu itu Nadia, Bu. Nadia itu cucu Ibu satu-satunya.” Ucapkan dengan lembut dan senyum. Sebenarnya orang tua Anda pun merasa bersalah karena lupa nama cucu kesayangannya.
“Kok bisa lupa sih?”
Orang tua sering lupa meletakkan benda-benda miliknya, seperti kacamata yang biasanya selalu dipakai. Tapi perkataan itu menyinggung mereka luar biasa. “Lansia sebenarnya tahu bahwa memori, kemampuan kognitif, dan kemampuan fisik mereka menurun. Mengingatkan tentang kepikunan atau kelemahan mereka malah semakin menyakiti perasaan mereka,” ujar Francine Lederer, seorang psikolog di Los Angeles. Daripada menyalahkan orang tua karena mudah lupa, lebih baik kita menyusun langkah-langkah konkret untuk memfasilitasi mereka. Misalkan saja memberi stiker bertuliskan nama barang di tempat yang sudah ditentukan. Dengan menandainya dengan stiker, Anda akan membangun kebiasaan orang tua untuk meletakkan barang di tempat yang sama. Lain kali orang tua Anda lupa, ingatkan saja, “Ibu, kalau lupa lihat di stiker ini ya.”
“Baru kemarin diajari, kok sudah tanya lagi.”
Mempelajari teknologi baru adalah hal yang sulit bagi lansia. Terlebih lagi jika Anda memberikannya sebuah ponsel yang memiliki banyak fitur. Bagi seseorang yang mengalami penurunan kemampuan adaptasi, penglihatan, ataupun kepikunan, akan sangat sulit untuk mempelajari cara pakai suatu barang yang canggih. “Ini tombol untuk mengirim SMS, kalau tombol yang ini untuk menelpon ya Bu. Saya akan pelan-pelan mengajari ibu lagi.” Kalimat ini lebih enak didengar oleh orang tua kita. Namun sebelum membeli sesuatu berbasis teknologi canggih, pastikan mudah dioperasikan.
“Aduh, Ibu sudah ngomong itu berkali-kali.”
Sebenarnya kita pun sering membicarakan hal yang sama berulang kali. Terlebih lagi tentang hal-hal yang kita sukai. Namun karena orang tua kita melakukannya sepanjang waktu, kita pun jadi kehilangan kesabaran. “Pasti habis ini ibu mau cerita tentang ini deh. Habis itu pasti ceritanya begini.” Kalimat ini bisa Anda ucapkan dengan nada bercanda sehingga orang tua Anda tidak tersinggung. Anda pun juga bisa menceritakan kebiasaan Anda yang suka cerita hal yang sama berulangkali kepada mereka. Yang terjadi adalah mereka jadi terhibur dengan guyonan Anda.
“Ibu kok lupa sih, nama cucu sendiri!”
Daripada marah karena orang tua Anda lupa dengan nama cucunya, lebih baik membawanya untuk mendapat perawatan medis. Semakin sering ia melupakan hal-hal yang penting, maka semakin besar alasan Anda untuk membawa orang tua ke dokter. “Lansia menjadi pelupa karena ada penurunan pada proses berpikirnya. Pada penyakit demensia, mulanya mereka hanya lupa pada hal-hal yg baru terjadi, namun lama-lama bisa lupa pada anak-anaknya sendiri, cucunya, bahkan dirinya sendiri,” ujar Augustine. Augustine menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada cara untuk menyembuhkan penyakit ini, namun suplemen dapat membantu mempertahankan ingatan mereka. “Nama cucu Ibu itu Nadia, Bu. Nadia itu cucu Ibu satu-satunya.” Ucapkan dengan lembut dan senyum. Sebenarnya orang tua Anda pun merasa bersalah karena lupa nama cucu kesayangannya.
Teks : Aprilia Ramadhani
Konsultan : Dra. Augustine Dwi Putri Sukarlan, M. Si., Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.