Sebelum berkeliling, kami digiring ke sebuah ruangan pemutaran film. Di situ kami disuguhi sebuah film dokumenter yang memaparkan seluruh rentetan musibah Chernobyl. Untunglah film tersebut memiliki sub-title bahasa Inggris, karena ternyata baik pemandu maupun papan penerangan di museum semuanya menggunakan (barangkali) bahasa Ukraina atau bahasa Rusia. Dalam film itu terlihat ledakan-ledakan dahsyat yang menimbulkan kebakaran dan semburan api yang luar biasa besarnya diikuti oleh kepulan asap yang menghitam. Dalam sekejap terlihat orang-orang berlarian menyelematkan diri. Kita juga bisa melihat berbagai upaya memadamkan api, mulai dari semprotan air hingga pasir yang disemburkan dari puluhan helikopter.
Sebuah maket raksasa yang menggambarkan desa Chernobyl lengkap dengan rumah-rumah penduduk, sekolah, sungai maupun taman, dan tentu saja ke empat pembangkit listrik naas itu sangat membantu orientasi pengunjung. Dengan mudah saya dapat membayangkan keadaan berikut suasana desa tersebut saat malapetaka itu terjadi.
Setelah itu kami diantar melihat pameran foto. Banyak di antaranya sama dengan film yang baru kami saksikan, namun kesannya lebih dramatis. Pada sebuah foto, kami bisa berlama-lama menekuni semua detailnya, sementara dalam film hanya tampak sekilas. Kami sangat terkesan oleh sebuah ruang playgroup. Pada papan tulis masih tertera gambar ayam buatan seorang bocah. Di bangku ada sepotong roti dalam tromol yang belum sempat dimakan. Di lantai berserakan mainan dan sepatu-sepatu mungil yang kehilangan pemilik. Kami juga bisa menekuni foto antrean para pengungsi yang berwajah cemas.
Di ruang lain dipamerkan berbagai replika alat-alat yang digunakan untuk memadamkan api atau mengangkut para korban dan pengungsi. Dindingnya dipenuhi foto para pahlawan peristiwa tersebut. Kelompok foto mereka berada di bawah bendera kebangsaan Ukraina. Sementara di sisi lain terpampang foto para korban: tua-muda, anak-anak, bahkan bayi. Di ruang ini juga dipamerkan lukisan para artis dan anak-anak yang merekam dan melukiskan peristiwa ledakan itu. Satu jam berada di museum tersebut serasa 10 hari mengalami dunia yang sedang runtuh atau kiamat.
(bersambung)