Meski sudah berkali-kali berkunjung ke Switzerland atau Swiss, saya tak pernah berhenti berdecak kagum. Bukan kota-kota besarnya yang membuat saya terpesona –karena di mata saya terlihat hampir sama dengan kota-kota besar lain di Eropa — melainkan kota-kota kecilnya yang dikelilingi Pegunungan Alpen yang selalu berselimut salju.
Wollerau, laksana lukisan alam
Ketika berkunjung ke Swiss pada liburan lalu, saya dan suami mendapat kesempatan istimewa untuk tinggal di sebuah rumah kayu tradisional, di sebuah kota kecil bernama Wollerau, sekitar 30 menit dari Zurich Airport. Sebenarnya rumah itu milik adik suami saya, dan dengan senang hati kami menerima tawarannya untuk menjaga dan menempati rumahnya selama dia berlibur ke Spanyol bersama keluarganya.
Swiss memiliki puluhan kanton (kabupaten kalau di Indonesia), dan Wollerau bernaung di kanton Schwyz, di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan hamparan perbukitan yang hijau, yang rumputnya bagai bentangan karpet hijau nan luas. Dari rumah kayu yang kami tinggali, sesekali terdengar suara mooo… yang keluar dari mulut para sapi dari peternakan di bawah bukit, atau suara derap kaki kuda yang lewat beserta penunggangnya.
Nyaris tidak ada polusi dari asap knalpot kendaraan bermotor. Yang ada justru polusi udara ‘organik’ yang berasal dari ‘Swiss perfume’, istilah saya untuk aroma kotoran sapi. Biasanya, setelah petani memotong rumput, rumput tersebut dikeringkan dan dijadikan gulungan besar, disimpan, dan digunakan sebagai pakan ternak saat musim dingin tiba, karena pada musim dingin hamparan hijau itu berubah warna menjadi putih karena tertutup salju. Seusai masa potong rumput itu kotoran sapi ditebarkan sebagai pupuk alami, dan pada saat itulah tercium wewangian ‘Swiss perfume’ di mana-mana karena terbawa angin.
Swiss memiliki puluhan kanton (kabupaten kalau di Indonesia), dan Wollerau bernaung di kanton Schwyz, di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan hamparan perbukitan yang hijau, yang rumputnya bagai bentangan karpet hijau nan luas. Dari rumah kayu yang kami tinggali, sesekali terdengar suara mooo… yang keluar dari mulut para sapi dari peternakan di bawah bukit, atau suara derap kaki kuda yang lewat beserta penunggangnya.
Nyaris tidak ada polusi dari asap knalpot kendaraan bermotor. Yang ada justru polusi udara ‘organik’ yang berasal dari ‘Swiss perfume’, istilah saya untuk aroma kotoran sapi. Biasanya, setelah petani memotong rumput, rumput tersebut dikeringkan dan dijadikan gulungan besar, disimpan, dan digunakan sebagai pakan ternak saat musim dingin tiba, karena pada musim dingin hamparan hijau itu berubah warna menjadi putih karena tertutup salju. Seusai masa potong rumput itu kotoran sapi ditebarkan sebagai pupuk alami, dan pada saat itulah tercium wewangian ‘Swiss perfume’ di mana-mana karena terbawa angin.