Dalat, kota bunga
Rombongan kami menginjak bumi Vietnam di Ho Chi Minh City (Saigon). Hanya semalam menginap di kota yang pernah diduduki pasukan Amerika Serikat di zaman Perang Vietnam ini, dengan pesawat lokal kami melanjutkan perjalanan ke Dalat, sekitar 300 kilometer arah utara. Bila dilihat di peta, Dalat letaknya di ‘pinggul’ Vietnam.
Kota ini memiliki banyak julukan: ‘Kota Sejuta pinus’, ‘Kota Musim Semi Abadi’, ‘Paris Kecil di Asia’. Namun bagi saya, Dalat adalah kota bunga. Pasar yang kami kunjungi sebelum check in di hotel, tampak meriah dengan aneka bunga, termasuk hydrangea dan golden everlasting yang menjadi industri besar-besaran kota ini, selain manisan legit Mut, yang terbuat dari campuran buah arbei dan murbei.
Berdirinya kota Dalat berawal dari permintaan para penjelajah yang tinggal di sini sekitar tahun 1890 kepada Gubernur Jenderal Prancis (dulu Vietnam adalah wilayah jajahan Prancis), untuk membangun pusat resor di pegunungan. Permintaan ini disetujui, dan pemerintah Prancis melengkapi Dalat dengan vila dan jalan-jalan raya. Salah satu keunikannya, kota ini tidak memiliki lampu lalu lintas, padahal banyak sepeda motor berseliweran di jalan-jalannya.
Pagi itu kami mengunjungi istana musim panas Kaisar Bao Dai. Di halamannya yang luas, tampak kuda, mobil, kereta, bahkan skuter berhias bunga menyambut kami untuk dijadikan latar belakang berfoto. Namun perhatian kami sudah keburu tersedot oleh istana berwarna peach dan bergaya arsitektur art deco itu.
Bao Dai adalah kaisar terakhir Vietnam yang naik tahta dalam usia 12 tahun, dan membangun istana musim panasnya ketika berusia 20 tahun. Di antara beberapa istananya, yang satu ini merupakan favoritnya, karena di masa itu bukit dan hutan di sekitarnya bisa dijadikan arena berburu.
Dibangun pada 1933, istana ini masih terawat baik dan dilengkapi perabot aslinya. Pengunjung dapat dengan leluasa memasuki ruang tahta, kantor, ruang tidur, tempat bersantai. Dari foto-foto dan patungnya, Bao Dai terkesan sebagai pribadi yang ramah dan menyenangkan. Namun sikapnya yang sangat pro Prancis dan suka hura-hura, serta seiring perjalanan sejarah, membuatnya terguling dan hidup di pengasingan hingga meninggal pada 1997 di Paris.