Selain berdasarkan warna –ada beras putih, merah, hitam, dan beras ketan– beras bisa digolongkan berdasar bentuknya: bulir pendek (short grain), bulir sedang (medium grain), dan bulir panjang (long grain). Beras bulir pendek punya kandungan pati amilopektin paling tinggi, yang membuatnya lebih lengket. Beras bulir panjang tidak lengket dan tetap terpisah-pisah saat dimasak. Beras bulir sedang mempunyai sifat di antara keduanya.
Beberapa jenis beras lain yang menarik:
•Arborio. Beras putih berbulir bulat, lengket kalau sudah matang. Biasanya untuk
membuat risotto, hidangan Italia.
•Beras ketan. Putih, tidak transparan, hampir seluruh patinya merupakan amilopektin. Ketan hitam merupakan versi ketan dari beras hitam.
•Beras wangi. Mengeluarkan senyawa aromatik yang wangi bila ditanak, misalnya
pandanwangi, rojolele, atau basmati di India. Sifat wangi ini dipengaruhi oleh gen.
•Parboiled rice. Beras putih/merah yang direndam dalam air, diuapi, lalu dikeringkan.
Dengan proses ini, zat gizi di permukaan beras akan meresap ke dalam beras, sehingga
ketika diselip yang terbuang hanya gabahnya. Warnanya agak kekuningan namun menjadi putih ketika dimasak. Kandungan gizinya terbaik kedua setelah beras merah.
•Beras instan: Beras putih yang dimasak dulu lalu dikeringkan. Tujuannya untuk
mempersingkat waktu masak. Kurang bergizi dibanding nasi putih biasa, namun harganya
lebih mahal.
•Sweet rice. Warnanya hampir transparan setelah dimasak dan sangat lengket. Di Jepang
digunakan unrtuk membuat sushi dan moci.
•Bhutanese red rice. Tumbuh di Himalaya, berwarna merah, dan mempunyai aroma kacang
tanah ketika dimasak.
•Forbidden rice. Beras hitam, aleuron dan endospermnya menghasilkan antosianin berkadar
tinggi sehingga warnanya mendekati hitam. Warna menjadi ungu tua ketika dimasak. Dulu
hanya boleh dikonsumsi oleh kaisar Cina, karena bernilai gizi tinggi dan susah didapat.
Kandungan seratnya tinggi, terasa manis, beraroma kacang, dan bertekstur lengket.
[Baca juga tentang peran perempuan dalam budidaya panganan kefir dunia]
Konsultan: Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS,
guru besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB