![](https://www.pesona.co.id/img/images_article/002_001_100_pic.jpg)
![](https://www.pesona.co.id/img/images_tiny/1166.jpg)
Alih-alih praktis dan efisien, banyak orang makan dengan cara multitasking. Sambil baca koran, nonton teve, atau mengecek email di ponsel. Selama ini kita mungkin menganggap kegiatan makan sebagai sesuatu yang otomatis. Bukan sebagai aktivitas yang perlu diperhatikan dan dinikmati. Hal ini, menurut Reza Gunawan, disebabkan karena kita menjalani hidup secara otomatis. "Tubuh, perhatian, dan napas kita sering tidak berada dalam satu kesatuan waktu. Ini yang disebut forgetfulness," jelas praktisi penyembuhan holistik dari True Nature Healing ini. Bahkan, bernapas pun kita melakukannya tanpa sadar.
Secara teori, naluri, dan ajaran orang tua, kita tahu bahwa kita akan makan di saat merasa lapar. Kita tahu makan tidak boleh berlebihan, tidak boleh sembarangan, harus yang bergizi, dan sebagainya. Padahal pada praktiknya, sering kali tanpa sadar kita justru melakukan hal sebaliknya. Kita makan bukan karena lapar, tetapi karena sedang stres, kesepian, bad mood, dan lainnya. Kita mungkin memilih makanan yang 'enak di pandang dan lezat di mulu' atau asal perut kenyang. Bukan makanan yang dibutuhkan tubuh.
Sayangnya, kita baru mulai sadar ketika berbagai masalah muncul. Ketika merasa gerak tubuh menjadi lamban, badan menjadi 'melar' dengan lemak di sana-sini, atau kadar gula dan kolesterol melonjak. Dan ketika ini terjadi, kita pun panik, lalu melakukan diet superketat. Tetapi menjadi lebih stres ketika berat tubuh tak kunjung turun.