Seusai Perang Dunia I, Charles Ponzi, pria berkebangsaan Italia, menjadi perbincangan di Pantai Timur Amerika. Ia berhasil mengimpun dana 9,5 juta dolar AS dari sekitar 10.000 investor dalam waktu singkat. Tetapi, Ponzi kemudian ditangkap dengan tuduhan melakukan penipuan finansial. Metodenya dinamakan ‘buble burst’ yang kemudian kita kenal dengan istilah ‘Skema Ponzi’. Ponzi mengajak investor untuk menanamkan dananya dengan menjanjikan keuntungan luar biasa, yaitu 50% dalam waktu 90 hari.
Padahal tidak ada bisnis apa pun di sana, Ponzi hanya ‘memutar uang’ dengan cara membayarkan keuntungan kepada investor awal dengan uang yang didapat dari investor berikutnya. Skema ini terus berjalan sampai tidak ada lagi investor yang bergabung. Bagi banyak orang, Charles Ponzi adalah pelopor di dunia money game atau apa pun namanya yang bersifat jaringan uang yang menipu. Hingga kini kasusnya tetap beranak-pinak dan korban masih terus berjatuhan, termasuk di Indonesia. Jangan sampai Anda menjadi salah satu korban money game atau investasi bodong tersebut.
Lalu apa itu money game? Sebenarnya sama saja dengan Skema Ponzi. Sistem ini menggandakan uang dari anggota baru untuk disetorkan kepada anggota lama. Anggota baru bisa mendapatkan keuntungan bila bisa merekrut anggota baru berikutnya. Sistem ini sudah pasti menguntungkan orang yang berada di top line. Yang patut diwaspadai adalah money game yang bekerja dengan cara yang lebih halus, yaitu dengan menjual produk tapi untuk basa basi saja. Sebab, produk tersebut dijual dengan harga yang sangat tinggi daripada harga produk serupa di pasaran. Keuntungan dari produk itulah yang nantinya akan dibayarkan kepada para investor.
Menurut J.M. Eka Setyawibawa dari EC Consulting, pembuat bisnis money game sudah menyadari sejak awal bahwa bisnis ini tidak akan berlangsung lama. Sebab, semakin banyak anggota, semakin susah mereka merekrut anggota baru hingga akhirnya rontok dengan sendirinya. Sayangnya, pasal tentang janji keuntungan hanya bisa diberikan jika masih ada anggota baru –klausul yang biasanya disetujui begitu saja oleh anggota yang mendaftar. Sehingga ketika bisnis ini bubar, sang pembuat money game susah untuk dijerat hukum.
Bisnis money game pun biasanya dikemas dengan cantik dengan nama yang berbeda-beda, demikian pula cara pemasarannya –secara online maupun offline. Sebut saja: arisan kepercayaan, modus membantu sesama, manusia membantu manusia, hingga yang terang-terangan menyebut money game disertai testimoni para anggota yang sukses. Kalau akhir-akhir ini banyak kasus dan korban money game di Indonesia, itu lebih karena peraturan keuangan yang tidak jelas. Di Amerika Serikat dan Eropa sekalipun kasus money game termasuk sering terjadi. Menurut Eka, kasus money game terus terjadi karena masih banyak masyarakat yang belum sadar dan paham tentang ekonomi.
Padahal, melek ekonomi adalah salah satu strategi untuk terhindar dari penipuan semacam money game ataupun investasi bodong. Selain itu, Eka menambahkan, yang menjadi korban biasanya adalah tipe orang yang mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan tinggi, memiliki dana lebih tapi tidak tahu akan dialirkan kemana, serta orang yang terdesak secara ekonomi.
Tip mudah untuk menghindari penipuan ini adalah dengan memahami perbedaan money game dan bukan money game, seperti MLM resmi. Bisnis MLM bukanlah money game, sebab ada persyaratan untuk tergabung dalam Asosiasi Penjual Langsung (APL). APL inilah yang akan mempelajari apakah suatu bisnis adalah money game atau bukan. Selain itu, MLM atau bisnis jaringan yang tidak menipu memiliki iuran anggota dengan nominal normal dan tidak memiliki syarat mutlak untuk merekrut anggota baru untuk mengembalikan uang mereka. Sementara, money game biasanya mensyaratkan anggotanya untuk berbelanja barang tertentu dengan jumlah tertentu.
Padahal tidak ada bisnis apa pun di sana, Ponzi hanya ‘memutar uang’ dengan cara membayarkan keuntungan kepada investor awal dengan uang yang didapat dari investor berikutnya. Skema ini terus berjalan sampai tidak ada lagi investor yang bergabung. Bagi banyak orang, Charles Ponzi adalah pelopor di dunia money game atau apa pun namanya yang bersifat jaringan uang yang menipu. Hingga kini kasusnya tetap beranak-pinak dan korban masih terus berjatuhan, termasuk di Indonesia. Jangan sampai Anda menjadi salah satu korban money game atau investasi bodong tersebut.
Lalu apa itu money game? Sebenarnya sama saja dengan Skema Ponzi. Sistem ini menggandakan uang dari anggota baru untuk disetorkan kepada anggota lama. Anggota baru bisa mendapatkan keuntungan bila bisa merekrut anggota baru berikutnya. Sistem ini sudah pasti menguntungkan orang yang berada di top line. Yang patut diwaspadai adalah money game yang bekerja dengan cara yang lebih halus, yaitu dengan menjual produk tapi untuk basa basi saja. Sebab, produk tersebut dijual dengan harga yang sangat tinggi daripada harga produk serupa di pasaran. Keuntungan dari produk itulah yang nantinya akan dibayarkan kepada para investor.
Menurut J.M. Eka Setyawibawa dari EC Consulting, pembuat bisnis money game sudah menyadari sejak awal bahwa bisnis ini tidak akan berlangsung lama. Sebab, semakin banyak anggota, semakin susah mereka merekrut anggota baru hingga akhirnya rontok dengan sendirinya. Sayangnya, pasal tentang janji keuntungan hanya bisa diberikan jika masih ada anggota baru –klausul yang biasanya disetujui begitu saja oleh anggota yang mendaftar. Sehingga ketika bisnis ini bubar, sang pembuat money game susah untuk dijerat hukum.
Bisnis money game pun biasanya dikemas dengan cantik dengan nama yang berbeda-beda, demikian pula cara pemasarannya –secara online maupun offline. Sebut saja: arisan kepercayaan, modus membantu sesama, manusia membantu manusia, hingga yang terang-terangan menyebut money game disertai testimoni para anggota yang sukses. Kalau akhir-akhir ini banyak kasus dan korban money game di Indonesia, itu lebih karena peraturan keuangan yang tidak jelas. Di Amerika Serikat dan Eropa sekalipun kasus money game termasuk sering terjadi. Menurut Eka, kasus money game terus terjadi karena masih banyak masyarakat yang belum sadar dan paham tentang ekonomi.
Padahal, melek ekonomi adalah salah satu strategi untuk terhindar dari penipuan semacam money game ataupun investasi bodong. Selain itu, Eka menambahkan, yang menjadi korban biasanya adalah tipe orang yang mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan tinggi, memiliki dana lebih tapi tidak tahu akan dialirkan kemana, serta orang yang terdesak secara ekonomi.
Tip mudah untuk menghindari penipuan ini adalah dengan memahami perbedaan money game dan bukan money game, seperti MLM resmi. Bisnis MLM bukanlah money game, sebab ada persyaratan untuk tergabung dalam Asosiasi Penjual Langsung (APL). APL inilah yang akan mempelajari apakah suatu bisnis adalah money game atau bukan. Selain itu, MLM atau bisnis jaringan yang tidak menipu memiliki iuran anggota dengan nominal normal dan tidak memiliki syarat mutlak untuk merekrut anggota baru untuk mengembalikan uang mereka. Sementara, money game biasanya mensyaratkan anggotanya untuk berbelanja barang tertentu dengan jumlah tertentu.
(bersambung)